Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, September 30, 2013

Ruth

Ketika sedang mandi hari Sabtu malam itu (21/9) saya melihat ada sedikit bercak darah.

I was taking a bath that Saturday night (Sept 21st) when I saw a small blood spot.

“Aduh, jangan sekarang dong” pikir saya cemas.

“Geez, not now” I thought nervously.

Malam itu saya menginap di kantor dan selain itu saya punya rencana untuk mengikuti beberapa kegiatan yang akan diadakan minggu berikutnya.

I spent a night at the office that night and beside that I had few plans to do on the next week.

Jadi nanti saja deh menstruasinya, setelah semua urusan kelar.

So it is better come later after everything is done.

Setahun lalu siklus dan volume menstruasi saya mengalami gangguan. Tiba-tiba saja keluar sangat banyak dan nyaris tidak mau berhenti. Terjadinya tanpa tanda-tanda dan berlangsung berbulan-bulan.


Last year my menstruation cycle and volume were having some abnormality. Its volume increased sharply and nearly unstoppable. It happened without prior signs and it went for months.

Saya hanya mengatakan hal ini pada orang tua saya dan pada seorang teman di tempat kerja, orang yang sangat saya percaya.

I told this only to my parents and a trustable friend at work.

Saya sengaja merahasiakan kondisi saya selama 8 bulan itu karena tidak mau menciptakan kehebohan.

I kept it a secret that for 8 months I was not in good condition because I didn’t want to create such a fuss.

Saya tidak mau orang berpikir saya sakit sehingga tidak mampu beraktivitas dengan normal.

I didn’t want people thought I was ill and that I couldn’t do my activities normaly.

Saya tidak mau harus memberi keterangan. Karena selama 8 bulan itu saya tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam tubuh saya.

I didn’t want to explain. For 8 months I myself didn’t know what has been going on inside my body.

Saya tidak mau mengeluh. Keluhan hanya menambah ketakutan dan kecemasan saja. Tidak akan merubah situasi.

I didn’t want to whine. Whining would just add more fear and worries. Wouldn’t change the situation.

Saya tidak mau orang mengkhawatirkan saya. Itu sebabnya saya bahkan tidak memberitahu Andre sampai akhirnya dia tahu sendiri setelah membaca catatan-catatan saya dalam blog ini.

I didn’t want to make people worry about me. that is why I didn’t even tell Andre until he found it out after he read my posts in this blog.

Yang terjadi selama kurun waktu 8 bulan itu adalah saya dan orang tua saya nyaris putus asa karena obat seperti tidak bisa menghentikan apalagi menormalkan mensturasi ini.

What happened in those 8 months is me and my parents were desperate because medicine seemed unable to stop, let alone, to normalize it.

5 bulan lalu kondisi saya memburuk. Ginekolog kedua yang saya temui juga memberi diagnosa yang jauh dari membesarkan hati ketika dia mengatakan kalau obat yang diberikannya tidak bisa menghentikan pendarahan maka ada kemungkinan penyebabnya adalah tumor atau gejawal awal kanker rahim.

5 months ago it got worst. The second gynecologist whom I went to, gave bleak prognosis when he told me that if the medicine he gave me unable to stop the bleeding, it might be caused by tumor or early sign of uterus cancer. 

Proses kesembuhannya berjalan sangat lamban. Ya, itu menurut perasaan saya.

The healing process went so very slow. That is how I felt.

Tapi menstruasi itu berhenti sejak 17 Juli.

But it stopped since July 17th.

Saya sempat senewen ketika mengikuti Leadership Camp tanggal 30-31 Agustus. Karena sebulan lebih sudah lewat dan menstruasi saya masih berhenti. Tapi kan gawat kalau dia memilih muncul tepat di saat saya sedang asyik-asyiknya mengikuti acara Leadership Camp.


I was nervous when I went to Leadership Camp on August 30th-31st because it has stopped for more than a month. It certainly would be a disaster if it chose to come at the time when I was in the middle of enjoying Leadership Camp.

Tapi ternyata tidak. Heh, selamatlah saya. Aman tentram dari awal sampai akhir acara.

But it didn’t. I was so saved. From start to the end of the camp.

Tanggal 17 September lewat. Kalau mens saya berhenti tanggal 17 Juli, berarti sudah 2 bulan dia berhenti.

September 17th passed quietly. If my menstruation stopped on July 17th, it means it has stopped for 2 months now.

Hari Sabtu itu ada sedikit bercak darah tapi dia baru keluar hari Minggu sore setelah saya berada di rumah dan itu pun juga sangat sedikit serta hanya keluar selama tidak sampai 24 jam.

There was a small blood spot on that Saturday but it came out on Sunday afternoon when I was already at home. It was just a little and lasted for less than 24 hours.

Lega juga saya karena hari Senin (23/9) saya pergi ke kantor imigrasi untuk mengurus perpanjangan paspor saya yang jatuh temponya bulan April 2013.


Nothing could be so relieving because on Monday (Sept 23rd) I went to immigration office to have my passport extend. It was due on April 2013.

Gara-gara urusan menstruasi keparat itu, perpanjangan paspor jadi mulur 5 bulan. Untungnya peraturan perpanjangan memberi waktu 6 bulan.

That darn menstruation made me unable to extend my passport. It has been delayed for 5 months. Luckily the term gives 6 months interval after due date.

Kesehatan saya membaik sejak bulan Agustus tapi karena sibuk dan capek membuat saya tidak bisa mengurus perpanjangan paspor.

My health improve since August but I was busy and exhausted so I wasn’t able to take care my passport extension.

Tapi bulan ini mumpung saya tidak sibuk, tidak punya rencana kemana-mana, badan sangat sehat dan lagi ambil cuti, tidak boleh saya tunda lagi.

This month, while I am not busy, I don’t have any plans to go anywhere, I am so healthy and I took my leave, I shouldn’t delay it anymore.

Yah, saya tetap berharap menstruasi ini dapat kembali normal seperti sebelumnya. Bahwa saya tidak lagi memerlukan obat untuk menghentikannya.

Yeah, I keep my hope that it can get back to normal just like it used to be and I no longer need any medicine to stop it.

Saya akan lebih berbahagia kalau menstruasi ini tidak usah muncul-muncul lagi selamanya.

It will even make me more happy if this menstruation stops forever.

Selama 2 bulan ini kesehatan saya membaik. Kekuatan tubuh saya juga membaik. Saya bisa kasak-kusuk tanpa dibayangi oleh sakit kepala, badan lemas, pandangan mata saya berkunang-kunang atau tiba-tiba jadi gelap seperti orang mau pingsan karena tekanan darah turun akibat pendarahan yang luar biasa banyaknya.

My health has been better in the past 2 months. So does my body. I can do my activities without being followed by headache, dizziness or faintness for losing too much blood.

Penderitaan selama setahun berakhir juga.

A year of suffering finally ends.

“Kamu adalah pejuang” kata Andre ketika dia membaca coret-coretan saya saat membuat draft untuk tulisan ini “Pejuang yang berani”

“You are a fighter” said Andre when he read my scrap notes while drafting this post “A brave one too”

Saya tersenyum. Banyak kali saya tidak merasa berani.

I smiled. There were so many times I felt far from being courageous.

“Kamu tahu sendiri saya terlahir sebagai seorang pencemas. Dalam keadaan normal dan sehat saja, saya punya sejuta kecemasan. Jadi seperti apa pikiran saya ketika menghadapi keadaan fisik yang sakit”

“You knew it yourself that I was born as a person who worries constantly. In normal and healthy condition, I still have a million of worries. Now what would it be like when I was facing a sick physic”

“Tapi sekarang kan semua sudah berlalu” dia mencium saya “Seluruh dunia dan neraka berusaha meyakinkan kamu kalau hidupmu kacau dan sudah dekat dengan akhirnya tapi kan tidak”

“But it is now behind you” he kissed me “The entire world and hell might try to convince you that your life was screwed and was about to end, but it is not”

Dia memeluk saya dan meletakkan tangannya yang besar itu di atas perut saya.

He hugged me and put his big hand on my stomach.

“Semua yang berada di dalam sini berfungsi dengan baik dan dalam keadaan baik” katanya lembut.

“Everything in here is working well and in good condition” he spoke tenderly.

Saya tertawa jadinya.

It gave me the laugh.

“Jadi mari kita punya Ruth” dia menatap saya dengan muka serius.

“So let’s have Ruth” he looked serious when he stared me.

“Ruth?” saya keheranan.

“Ruth?” I wondered what he was talking about .

Andre tersenyum “Sori, saya tidak sengaja membaca catatan harian kamu”

Andre smiled “Sorry, I didn’t mean to read your diary”

“Catatan harian yang mana?” saya bingung “Sudah setahun ini, sejak saya sakit, saya berhenti menulis catatan harian”.

“Which diary?” I got confused “I have not keeping any diary for a year now since I had that bleeding”

Itu benar. Terlalu banyak ketakutan, kemarahan, kesedihan, kekecewaan, keputusasaan dan frustrasi sejak saya mengalami pendarahan selama setahun sehingga saya berhenti membuat catatan harian karena merasa tidak ada lagi yang perlu di catat. Buku catatan harian saya yang terakhir pun entah ada dimana karena dalam keadaan kacau lahir dan batin, saya menaruhnya sembarangan saja. Sejak itu pula saya hanya menulis di blog.

That is true. Too many fear, anger, sadness, disappointment, despair and frustration since I had that bleeding for a year made me stopped keeping a diary for feeling there was nothing to write. I didn’t even know where did I put my last diary because I was so physically and mentally unwell that I just put it somewhere. Eversince that I just wrote in this blog.

“Catatan lama” Andre mengelus kepala saya “Saya tidak sengaja menemukannya di antara tumpukan coretan-coretan kamu. Saya sedang mencari buku kosong. Saya kira itu buku tulis biasa. Ternyata itu catatan harian kamu. Saya tidak sengaja membaca tulisan kamu”


“Old diary” Andre caressed my head “I accidentally found it under the piles of your scrap notes. I was looking for a note book. I thought it was a note book. It was your diary. I accidentally read something you wrote there”

Wah, saya lupa catatan harian mana yang dimaksudkannya.

Gee, I couldn’t remember which diary that he was talking about.

“Saya nulis apa di situ?”

“What did I write there?”

“Kamu nulis kalau punya anak laki-laki, kamu mau kasih nama Joshua dan kalau punya anak perempuan, kamu namai Ruth”

“You wrote that if you had a son, you would name him Joshua and if it was a girl, you would name her Ruth”

Saya ngakak. Saya ingat.

I bursted out my laugh. I remembered.

“Itu catatan lama banget, tahu” saya mengingat-ingat “Antara tahun 2002-2003. Saya lagi pacaran sama orang Italia. Kami berdua lagi mabuk cinta sampai berencana untuk menikah dan punya anak”

“That was ancient note, you know” I thought back to the old time “It was in between 2002-2003. I was dating this Italian guy. We were so madly in love that we talked about getting married and had children”

“Tapi kamu menulis nama Joshua” Andre tersenyum “Dan anak saya bernama Joshua, Josh. Kamu menganggapnya sebagai anakmu sendiri kan? Sama seperti dia juga menyayangi kamu seperti dia menyayangi Mary”

“But you wrote the name Joshua” Andre smiled “And my son is Joshua, Josh. You love him just like your own child, right? He loves you just like he loves Mary”

“Ah, itu cuma kebetulan”

“Come on, it is just a coincidence”

“Kebetulan atau bukan, yuk kita punya Ruth”


“Coincidence or not, let’s have Ruth”

Saya tertawa “Itu kan keinginan 10 tahun yang lalu. Ada rentang waktu yang sangat panjang dan begitu banyak peristiwa yang bikin saya berubah pikiran”

I laughed “It was a wish made 10 years ago. There were 10 years in between past and present, not to mention a lot of things happened during those years that made me changed my mind”

10 tahun yang lalu saya bertemu dengan seorang laki-laki sebaya berkebangsaan Italia. Kami melewatkan banyak waktu bersama-sama karena bekerja di tempat kerja yang sama. Kami jatuh cinta dan kami bicara tentang pernikahan serta anak.

10 years ago I met a young Italian man. We spent lots of time together because we worked in the same place. We fell in love and we spoke about marriage and children.

Tapi hubungan kami bubar di tengah jalan.

But we broke up before we got even close with our plans.

10 tahun lalu saya lebih naif dari sekarang, lebih emosional, lebih punya nyali, belum banyak mengalami kepahitan hidup dan punya penghasilan lebih besar. Saat itu saya punya keinginan besar untuk punya anak.

10 years ago I was more naive than I am now, more emotional, had more guts, haven’t gotten through many bitterness in life and made more money. At that time I had every desire to have my own children.

10 tahun telah berlalu. Saya menjadi lebih tua, lebih sabar, lebih tenang dan kehilangan nyali untuk punya anak.

10 years have passed. I am older now, I have more patience, I am calmer and lost my guts to have children.

“Saya 42 dan kamu 47” saya menambahkan “Berapa lama kamu pikir masa hidup yang kita miliki? Kalau kita sakit atau meninggal sementara anak masih kecil, siapa yang mau urus dia nantinya? Saya tidak mau memberikan penderitaan dan kesusahan pada anak itu. Cukuplah saya yang merasakan dan mengalami banyak penderitaan dan kesusahan”

“I am 42 and you are 47” I went on “How long do you think we will live? How if we fell ill or die while the child is so young, who will take care him or her? I don’t want to give pain and sorrow to that child. It is enough that I am the only one who has been through many pain and sorrow”

“Selain itu punya anak berarti tenaga, waktu dan perhatian saya untuk kamu akan berkurang. Saya tidak mau itu terjadi”

“Besides, having a child means my energy, time and attention to you will not be fully. I don’t want it to happen”

“Dan saya punya banyak keinginan, banyak cita-cita yang belum terwujud. Sekarang saja saya sudah frustrasi karena merasa roda kehidupan saya berputar tidak cukup cepat. Anak akan menghambat langkah saya dan saya tidak mau ada yang menghalangi saya”

“And I have many wishes, many plans that haven’t come true. I have already frustrated seeing how slow the wheel of my live spins. A child will slowing me down and I don’t want to have anyone or anything to stand on my way”

“Saya bukan orang yang terlahir untuk puas dengan siklus kehidupan lahir-bertumbuh-menikah-beranak cucu dan kemudian mati. Saya mencari arti kehidupan. Saya mempertanyakan kenapa saya harus ada di dunia ini”

“I am not the kind of person who satisfy with the cycle of life of being born-grew up-got married-have children, grandchildren and then die. I look for the meaning of life. I have been asking the question why should I exist in this universe”

Saya menghela napas dan menatap Andre yang diam mendengarkan. Tiba-tiba saya kasihan melihatnya.

I sighed and stared at Andre who listened to me closely. And I suddenly felt pity for him.

“Seandainya saja saya terlahir tidak dengan memiliki pemikiran serumit ini” saya tersenyum sambil mengelus pipinya “Seandainya saya bahkan tidak memiliki pemikiran-pemikiran ini, mungkin.. mungkin saya akan menjadi orang yang lebih berbahagia dan bisa bikin kamu lebih bahagia karena saya bisa memberikan apa yang kamu inginkan”

“If I just being born not having this complicated mind” I smiled as I caressed his cheek “If only I don’t have these thoughts, maybe.. maybe I would be a happier person and I could make you happier because I could give you what you wanted”

“Tapi saya perempuan keras kepala, perempuan penuh keinginan dan impian, perempuan berjiwa bebas, perempuan yang mencari arti kehidupan, perempuan dengan banyak gejolak di dalam dirinya, perempuan yang tidak gampang ditaklukkan”

“But I am a stubborn woman, a woman with many wishes and dreams, a free spirit woman, a woman who seeks for life meaning, a woman who has many flames within herself, a woman who is not easily being knocked out”

Ruth adalah impian dan hasrat masa muda.

Ruth was a youth dream and passion.

Ruth hanyalah bayang-bayang di masa sekarang ini.

Ruth is just a shadow in the present time.

Saya tidak mengerti masa lalu, tidak memahami masa sekarang dan lebih tidak memiliki gambaran tentang masa depan.

I don’t understand the past, don’t have the understanding for the present and more at lost about the future.

Saya sulit untuk bisa memahami diri sendiri. Saya tidak bisa menuntut orang lain untuk bisa memahami saya.

I am having hard times to understand myself. I can’t demand others to understand me.

Friday, September 27, 2013

For The People I Love…

Kalau bukan karena permintaan orang-orang yang saya sayangi, hari Rabu (25/9) itu saya pasti sudah bablas pulang.

If it wasn’t because the request from the people I love, I would definitely go straight home on that Wednesday (Sept 25th).

Pertama adalah ‘adik’ saya yang beberapa kali minta saya supaya ikut dalam acara yang diadakan hari Rabu sore itu. Sekali pun alasan yang diberikannya terdengar agak tidak masuk akal, tapi..

The first is my ‘brother’ who asked me to attend it. Though I found his reason was a bit not make sense, still..

Duh, keluh saya dalam hati, coy, elu bikin gue susah nolak.

Geez, I sighed quietly, dude, you make me can’t say no.

Sama seperti dia, senior saya juga meminta saya untuk datang sejak dari beberapa minggu sebelumnya. Bahkan ketika saya menelponnya hari Rabu pagi, beliau masih minta saya untuk datang.

Not just him, my senior has been asking me to attend it even from few weeks earlier. He asked me again when I called him on Wednesday morning.

Duh, lagi-lagi saya mengeluh dalam hati, bapak.. bapak.., gimana saya mau nolak?

Geez, once again I sighed quietly, sir, you make me can’t say no.

Saya merutuki diri sendiri. Saya lemah terhadap orang-orang yang saya sayangi.

I am angry to myself. I am weak toward the people I love.

Saya berkali-kali menolak permintaan Andre untuk pindah ke negerinya karena cinta saya pada orang tua saya terlalu besar. Mereka bergantung pada diri saya. Tidak akan sampai hati saya meninggalkan mereka.

So many times have I turned down Andre’s request for me to move with him to his country because my love to my parents is too big. They depend on me. I don’t have a heart to leave them.

Cinta saya pada orang-orang tertentu membuat saya mengorbankan banyak hal..

My love to certain people make me give many sacrifices.

Saya kesal pada diri sendiri. Saya lemah terhadap orang-orang yang saya sayangi.

I am upset with myself. I am weak toward the people I love.

Biar pun saya pemarah, tidak sabaran dan keras kepala, tapi kasih saya pada orang-orang tertentu membuat saya mau saja menjalani, melakukan atau menerima hal-hal yang sebetulnya membangkitkan amarah saya atau membuat saya nyaris gila karena merasa tidak sabaran.

Eventhough I am a short tempered person, with thin patience and stubborness, but my love for certain people make me willing to go through, do or accept things that actually making me mad or drew me crazy out of impatience.

Hari Rabu itu misalnya, saya sebetulnya sudah amat sangat capek.

That Wednesday for example, I was actually feeling so exhausted.

Saya tipe manusia pagi. Semakin siang, tenaga, semangat dan konsentrasi saya semakin berkurang.

I am a morning person. My energy, spirit and concentration are become less and less by the passing hour.

Jadi hari Rabu sore itu saya membawa sisa-sisa tenaga dan semangat saya.

I came with what was left in my energy and spirit on that Wednesday afternoon.

Rasa kantuk yang luar biasa membuat mata saya perih. Susah payah saya menahan supaya tidak menguap. Tapi tak ayal, saya sempat merasa hampir tertidur.. ketika saya duduk dan menundukkan kepala.


I felt so sleep that it hurt my eyes. I tried so hard not to yawn. But still, I felt I dozed off.. as I sat there and bowed my head down.

Acaranya sama sekali tidak menggugah semangat saya. Bahkan saya langsung teringat pada jaman sekolah di SMP dan SMA dulu ketika kami melakukan diskusi di dalam kelas.

The thing they had there was not lifting my spirit. I was even reminded to the old time back in Junior highschool and highschool when we had discussion in the classroom.

Amat sangat membosankan!

It was so boring!

Saya jenis orang yang memilih belajar langsung dari kehidupan.

I am the kind of person who prefer to learn from life itself.

Saya akan menguap lebar kalau anda mendatangi saya dan mengocehi saya tentang isi sebuah buku, apalagi kalau saya melihat anda hanya fasih mengucapkannya tapi tidak bisa menerapkannya dalam kehidupan dan pada diri anda sendiri terutama ketika masalah mendatangi hidup anda.

I would give you a big yawn if you came to me and lecture me about a book, especially when I see that you are only good at speaking about it without really apply it in your own life or on yourself at times when problems came to your life.

Jangan berikan kepada saya segudang teori. Saya bisa menghapalkannya sendiri.

Don’t give me piles of theories. I can memorize them by myself.

Tapi bergunakah segudang teori itu ketika badai kehidupan datang? Atau ketika rasanya matahari tidak akan pernah terbit lagi.

But would those piles of theories came in handy when the storm of life strikes? Or at times when it seems the sun will never rise anymore.

Bicaralah tentang hal-hal seperti itu dan jangan berikan kepada saya materi yang mengingatkan saya pada pelajaran semasa sekolah dulu.


Talk about those kind of things and don't give me stuff that reminds me to the old days in school.

Kepala saya semakin lama semakin terasa berat dan pusing.

I felt headache grew bigger and bigger as the clock ticking.

Kalau bukan karena rasa sayang saya pada ‘adik’ saya yang sangat besar, saya pasti langsung angkat kaki begitu saya merasa yang sedang disuguhi kepada saya ini sama sekali tidak ada gunanya bagi saya.

If I don’t love my ‘brother’ s much, I would definitely leave the moment I felt what they gave me there was useless for me.

Kalau bukan karena rasa sayang dan hormat saya yang sangat besar untuk senior saya, saya, tidak akan mau saya duduk menyabarkan diri di dalam ruangan itu sementara hati saya digerogoti oleh rasa bosan dan sebal.

If it was not for my tremendous love and respect toward my senior, I wouldn’t sit there and told myself to be patient right at the time my heart was grew thin out of boredom and upsetness.

Saya memukul kepala saya dengan kesal. Inilah yang tidak saya ingini. Saya menjadi lemah ketika saya mulai melibatkan emosi saya pada orang-orang di sekitar saya. Yaitu ketika saya mengasihi mereka. 

I patted my head out of upsetness. I don’t want this. I am weak when I involved my emotion. It is when I start to love the people around me.

Biar pun jumlahnya cuma segelintir, tapi buat saya segelintir itu pun menunjukkan bagaimana saya sudah melanggar prinsip saya sendiri untuk tidak melibatkan perasaan dengan mereka.

Their number probably is very few but to me that is enough to show me that I have violated my own principle of not to have emotionally involved with them.

Ya, saya ramah dan baik kepada semua orang. Tapi saya berprinsip hal itu harus dikerjakan tanpa harus melibatkan perasaan. Semua demi menjaga hubungan kerja atau perkawanan yang baik saja. Jangan jadi mencintai seorang pun dari mereka.

Yes, I am friendly and kind to everybody. But it is in my principle that it has to be done without involving any feelings. It is done for the sake of keeping a good work relationship or friendship. Don’t ever love them.

Ketika saya berhenti bekerja dari taman kanak-kanak itu, yang membuat saya susah tidur dan menangis di malam hari selama berhari-hari adalah karena saya terlanjur mencintai murid-murid saya yang masih bersekolah di sana dan juga beberapa rekan guru.

When I quited my job at that kindergarten, what made me had sleeping problem and cried at night for days was because I loved my students who were studying there and for few fellow teachers.

Ketika mantan atasan saya yang orang Jepang itu harus kembali ke negerinya karena perusahaan kami di tutup saat krismon tahun 1998, saya memeluknya sambil menangis ketika mengantarkannya di bandara.


When my former Japanese superior had to return to his country after our company was closed due to 1998 monetary crisis, I hugged him and cried when I came along to the airport.

Hampir 2 tahun kami bekerja di satu kantor yang sama. Hubungan kami bukan lagi sebatas atasan dan sekretaris. Kami berteman, bersahabat, saling mengasihi seperti kakak adik.

We worked in the same company for nearly 2 years. We were not just boss and secretary. We were friends, bestfriends, we loved each other like brother and sister.

Sementara itu hubungan saya dan Andre mungkin aneh di mata orang. Saya menyayanginya tapi tidak mampu untuk membiarkan diri saya menjadi miliknya sepenuhnya. Saya menolak ikut ke negerinya, saya menolak dinikahinya, saya minta supaya hubungan kami tidak terikat sehingga masing-masing kami bebas untuk pergi dengan orang lain dan bila akhirnya seorang dari kami jatuh cinta pada orang lain maka yang lain harus dapat menerima dan melepaskannya.

In the meantime my relationship with Andre maybe seen unusual for some people. I love him but I can’t let myself to completely be his. I don’t want to move to his country, I don’t want to get married with him, I asked that our relationship be made into open relationship so each of us is free to date others and when one of us fall in love with other person then the other party will let him / her go.

Semua karena satu alasan; cinta akan melemahkan saya. Dan pada akhirnya akan menyakiti hati.

All for one reason; love weakened me. And eventually it only led to heartache.

Setiap kali saya bertengkar dengan ayah atau ibu saya, setiap kali itu pula amarah itu berbalik menyakiti diri saya sendiri karena rasa sayang saya kepada mereka membuat amarah itu pada akhirnya seperti merobek jiwa saya sendiri.

Everytime I had a fight with my father or mother, everytime the anger turned against me and hurt myself because my love for them made it ribbed my own soul.

Setiap kali saya lepas kendali dan marah pada ‘adik’ saya, apakah hal itu membuat saya lega, puas atau gembira? Apakah ego saya bersorak kegirangan?. Tidak. Saya justru di dera oleh rasa bersalah, di siksa oleh penyesalan. Apalagi kalau dia diam dan tidak membalas.


Everytime I lost control and blew up at my ‘brother’, would it relieved, satisfied or made me happy? Would my ego cheered happily?. No. I have even driven by guilt, tortured by regret. Especially when he was quiet.

Ketika saya mengamuk pada Andre, apakah itu membuat saya merasa superior?. Tidak. Hal itu malah menghancurkan hati saya.

When I enraged wildly to Andre, would it make me feel superior?. No. It crushed my heart instead.

Rabu itu, sudah lewat jam 6 ketika acara selesai.

That Wednesday, it was already passed 6 pm when it was done.

Di luar hujan deras.

It was pouring rain outside.

Kendaraan yang katanya akan disediakan untuk mengantar peserta acara ini ternyata tidak ada.

The car that was said would be provided to drive home the participants was not there.

Saya heran memikirkan kenapa selama 2 minggu tidak ada yang memikirkan rencana cadangan kalau mobil yang mau di pinjam ternyata tidak bisa di pinjam.

I was puzzled to think that wouldn’t anyone have backup plan incase the car couldn’t be borrowed.

Oh ya, sewa angkot.. itu rencana cadangannya.


Oh yeah, rented the public car.. that was the backup plan.

Tapi yang saya lihat saat itu adalah semua hanya ribut bicara tentang menyewa angkot. Kenapa tidak langsung saja keluar dan minta seseorang untuk mencarikan angkot? Kenapa harus bertanya pada saya dan ibu-ibu lain apa perlu menyewa angkot.

But what I saw was everyone talked about renting it. Why not just got out there and asked someone to get it. Why should ask me and other ladies about renting it?

Saya terlalu capek, terlalu mengantuk, terlalu pusing, terlalu lapar, terlalu kedinginan, terlalu bingung, terlalu tegang dan terlalu sebal untuk bersuara.

I was too tired, too sleepy, too dizzy, too hungry, too cold, too confused, too tense and too upset to say a word.

Saya tidak mau ngomel, tidak mau menggerutu, tidak mau bersikap konyol cuma gara-gara urusan kendaraan untuk pulang.

I didn’t want to get mad, neither to grumble, certainly didn’t want to act silly just because the transportation to get me home.

Saya pikir kalau tidak ada mobil, persetan, saya punya kaki dan duit kok. Saya bisa pulang sendiri.

I thought to myself if there isn’t any car to drive us home, hell, I have my own feet and money. I can go home by myself.

Yang harus saya perhitungkan adalah hujan deras dengan angin dingin.

What I should think is the pouring rain with freezing wind.

Tapi saya sudah tinggal di kota hujan ini selama 15 tahun. Saya sudah mengantisipasi kondisi cuaca dengan selalu membawa payung, topi atau jaket. Tapi dengan hujan sederas itu saya perlu payung yang lebih besar dan saya menyimpan satu di kantor. Juga jaket.

But I have lived in this rainy town for 15 years. I have anticipated the weather by always bringing umbrella, hat or jacket. But I need bigger umbrella in this pouring rain and I keep one in the office. So does the jacket.

Jadi tanpa berkata apa-apa, saya keluar dari ruangan.

So without saying a word, I left the room.

Saya ambil payung dan jaket saya. Lalu terpikir oleh saya..

I took my umbrella and jacket. Then it just crossed my mind..

“Say, kamu ada dimana sekarang?”

“Hun, where are you now?”

“Di Fatmawati” jawab Andre “Kenapa?”

“At Fatmawati” said Andre “Why?”

Yah, terbanglah semangat saya. Andre sedang di daerah Fatmawati, Jakarta.

There went my spirit. Andre was in Fatmawati area, Jakarta.

“Ga apa-apa. Saya pikir kamu bisa jemput saya”

“Nothing. I was wondering if you could come and pick me up”

“Saya lagi nemuin beberapa klien baru. Memangnya kamu ada dimana?”

“I was meeting some new clients. Where are you anyway?”

“Di kantor”

“In the office”

“Oh? Lembur? Ada acara?”

“Oh? Overtime? Some event?”

“Ada acara. Sekarang sudah selesai. Tapi belum bisa pulang. Hujan besar di sini. Saya pikir kamu di rumah. Pingin minta di jemput”

“Some event. It is done now. But I can’t go home. It’s pouring rain here. I thought you were at home. I need a lift home”

“Saya mungkin sampai sana lebih dari sejam” jawab Andre setelah diam sejenak “Kamu mau nunggu?. Kalau mau, saya buru-buru pulang sekarang”

“It may take me more than an hour to get there” said Andre a moment later “Do you want to wait for me?. Because if you do, I will leave now”

Wah, bisa garing saya nungguin dia. Lagi juga kasihan dia harus terbirit-birit pulang.

No, I can’t wait that long. Beside, I don’t want him to go back in such a hurry.

“Tidak usah deh. Saya bisa pulang sendiri”

“That’s okay. I can go home by myself”

“Yakin?”

“Are you sure?”

Ya, saya yakin. Dengan mantap saya kembali ke dalam ruangan untuk pamit pada senior saya dan orang-orang yang masih ada di sana.

Yes, I am sure. I walked firmly to the room to tell my senior and others that I would leave.

Saya kalah cepat membuka mulut karena begitu melihat saya masuk ruangan, senior saya langsung berkata “Keke, kita sewa angkot buat antar kamu pulang ya”

I wasn’t quick to speak because once my senior saw me entered the room, he quickly said to me “Keke, we rent the car to drive you home, ok”

Dalam hati saya mau tertawa sekaligus menjerit kesal.

I felt like laughing and screaming out of my upsetness.

Jadi soal sewa angkot masih belum diputuskan juga? Astaga! Dari mulai saya keluar ruangan untuk ambil payung dan jaket, pakai jaket dan telpon Andre, kemudian mengunci pintu-pintu.. urusan per-angkotan belum juga beres? Aduh, ngapain harus nungguin saya balik ke ruangan, pak? Apa pun keputusan bapak, saya ngekor aja deh. 

So the renting car matter hasn’t been decided? Goodness! From the time I left the room to get my umbrella and jacket, put on the jacket and called Andre, locked the doors.. that matter hasn’t been settled? Why should wait for me to return to the room, sir? I take whatever decision you make, sir.

Kalau saya ini banteng, mungkin dari hidung saya sudah keluar asap saking kesalnya. Hehe.


If I were a bull, smoke probably would come out f my nose out of my upsetness. Lol.

Akhirnya angkot pun datang. Saya memanggil rekan saya yang saya tahu memang ahli menawar dan tahu jalan.

And the car arrived at last. I called my colleague that I know is a good bargaining person and knows the route well.

Akhirnya semua beres. Senior saya memberi saya uang untuk membayar sewa angkot itu. Dan saya pun langsung naik ke angkot tanpa banyak bicara lagi.

Things were settled at last. My senior gave me money to pay the rent fee. And I got into it with less words to say.

Selintas saya melihat senior saya berdiri di depan pintu. Memperhatikan kami.

I took a glimpse at my senior standing infront of the gate. Watching us.

Di dorong oleh rasa capek dan kesal, saya bahkan tidak pamit sebelum pulang. Saya nyaris tidak bersuara.

Forced by nausea and upsetness made me didn’t even said ‘goodbye’ to him. I barely spoke.

Sementara saya bicara pada rekan-rekan saya yang berada di angkot, saya merasa rasa nyeri menusuk hati saya.

As I talked to my acquaintances in the car, I felt a sharp pain in my heart.

Saya telah marah pada seseorang yang saya sayangi dan kini amarah itu berbalik menyakiti hati saya. Saya menyesali diri karena rasa marah itu demikian menguasai diri saya.

I was mad to someone I love and that anger turned back to hurt me. I felt sorry that it really got into me.

Ingin rasanya saya melompat turun dari angkot dan berkata pada senior saya, ‘Saya sungguh tidak marah. Saya hanya sedikit kehilangan akal sehat saya karena saya capek, lapar dan kedinginan. Janganlah terlalu mencemaskan saya. Saya hanya perlu mandi, makan dan tidur. Besok pagi saya akan kembali normal’

I felt like jumping out of the car to tell my senior ‘I am not really mad. I am just loosing my common sense, just a little of it, because I am tired, I am hungry and cold. Don’t worry too much about me. I just need a bath, dinner and sleep. I will be back to normal in the morning’

Saya tidak akan merasa seperti ini pada orang-orang yang tidak saya kasihi.

I won’t feel this way toward the people I don’t love. 

Thursday, September 26, 2013

Without You

Lampu diruangan itu sudah saya matikan.

I turned off the light in the room.

Hanya ada sedikit cahaya masuk melalui celah-celah jendela.

There was only a scarce light came through the closed window.

Dengan hati-hati saya membaringkan diri di lantai, di atas pembaringan buatan saya

I carefully lied myself down on the floor, on my own version of bed.

Sendirian. Sudah hampir jam 10 malam. 


Alone. It was nearly 10 pm. 

Saya menghela napas. Hari yang panjang dan malam yang luar biasa.

I sighed. What a long day and one hell of a night.

Di luar masih terdengar suara ramai anak-anak sekolah. Entah ada acara apa di sekolahan itu. Tapi bukan itu saja yang bikin saya belum bisa tidur. Ada banyak hal dalam pikiran saya.

There were noise of the students. I wondered what did they do in their school at this hour. There were too many things on my mind.

Jam 10 malam hp saya berdering.

At 10 pm my cellphone rang.

“Gimana acaranya?” tanya Andre.

“How was it?” asked Andre.

“Oh, surga dan neraka” jawab saya.

“Oh, it was heaven and hell” I replied.

Saya dengar dia tertawa.

I heard him laughed.

“Menyenangkan dan juga menyebalkan?”

“So it was fun and also sucks?”

Saya tertawa “Ya” dan saya ceritakan hal-hal yang terjadi beberapa jam sebelumnya pada hari Sabtu malam itu (21/9).

I laughed “Yes” and I told him the things that happened few hours ago on that Saturday night (Sept 21st).

“Itu kan tidak bisa diperkirakan” hibur Andre setelah tawanya reda “Dan bukan salah siapa pun. Yang penting kita bersyukur saja atap itu tidak roboh ketika ada banyak orang”

“It is an accidental thing” Andre soothed me after his laugh ceased “It wasn’t anyone’s fault. Let’s just be glad the roof didn’t fall off when there were many people down there”

“Gimana urusan kamu?” tanya saya mengganti topik karena saya tidak sedang ingin bicara tentang peristiwa-peristiwa itu “Kamu sudah ketemu dengan orang-orang yang mau kamu temui itu?”

“How about yourself?” I asked, changing the topic because I didn’t want to talk about those things “Have you met the people you wanted to meet?”

“Ya, semua sudah beres”

“Yes, everything has been taken care”

“Sekarang kamu ada dimana?”

“Where are you now?”

“Di mobil. Di jalan tol ke Bogor”

“In the car. At toll road to Bogor”

“Cepat betul?” saya kaget.

“So soon?” I was surprised

“Memangnya kamu kira saya bakal balik jam berapa?”

“What time did you think I would go back?”

“Saya kira lebih malam karena kamu mungkin pergi makan atau nongkrong ke pub sama mereka”

“I thought it would be later because you went out to dinner or hang out at a pub with them”

“Makan sih sudah. Tadi di ajak jalan tapi saya bilang saya mau pulang saja”

“We did have dinner. And they asked me out but I said I better go back to Bogor”

“Kenapa kamu tidak pergi sama mereka?”

“Why didn’t you go with them?”

“Ya mana enaklah ga ada kamu”

“Yeah, it wouldn’t be fun without you”

“Ah, dulu-dulu waktu kita terpisah, kamu di Seattle dan saya di Bogor, berbulan-bulan kita tidak ketemu dan selama itu kita masing-masing jalan dengan siapa pun yang ngajak jalan”

“Oh, come on, when we lived separately, you were in Seattle and I was in Bogor, we didn’t meet for months and during those time each of us went out with whoever asked us”

“Tapi tetap aja kan rasanya beda”

“But still it felt different”

Ya, itu benar. Tapi bukan berarti kita jadi berhenti bergaul. Lagi pula, masing-masing kita pasti punya teman gaul atau teman nongkrong yang enak.

Yes, that is right. But it doesn’t mean that we stop socializing. Beside, each of us has buddies or cool friends to hang out with.

Kami masih mengobrol tentang hal-hal lain setelah itu tapi saya memikirkan tentang perkataannya tadi.. dia ogah pergi nongkrong bareng teman-temannya itu hanya karena saya tidak ada.

We talked about many other things but I kept thinking about what he told me earlier.. that he wouldn’t go hang out with his friends just because I wasn’t there with him.

Sehari sebelumnya saya memberitahu Andre kalau hari Sabtunya saya ada acara di tempat kerja. Jadi hari itu dia tidak usah menjemput saya dari kantor karena kalau acaranya sampai malam maka ada kemungkinan saya akan menginap saja di kantor.

I informed Andre that I had this event at the office on Saturday. So he didn’t have to pick me up at the office because if I’d spend a night there if it was too late for me to go home.

Justru saat memberitahunya itulah dia baru mengatakan bahwa dia sebetulnya berencana akan ke Jakarta hari Sabtu sore dan ingin saya ikut.

Only after I told him that I knew that he planned to go to Jakarta on Saturday afternoon and wanted me to come with him.

Wah, berat juga pilihannya.

Tough choice.

Hati saya tentu saja lebih berat milih untuk pergi dengan Andre. Tapi saya sudah terlanjur bilang iya pada teman saya saat di ajak ikut dalam acara persekutuan pemuda.

I prefer to go with Andre, of course but I have said yes to my friend when he asked me to join the youth fellowship.

Saya juga mau ikut acara ini karena saya tahu ‘adik’ saya dan istrinya akan datang.

I agreed to join this event because I knew my ‘brother’ and his wife would join it too.

Mereka berdua, saya dan teman saya.. kami berempat.. sudah lama ingin pergi bareng. Tapi rencana dan keinginan belum jadi-jadi juga.

The two of them, I myself and my friend.. the four of us.. have been wanting to have a get away together. But the plan and wish are not yet come to true.

Yang paling mendekati perwujudan adalah ketika kami ikut Leadership Camp. Tapi di sana kami terpisah-pisah. Teman saya sibuk sebagai anggota panitia sementara kami yang lain sibuk dengan acara Camp. Itu pun kami ditempatkan dalam kelompok yang berbeda.

The closest is when we all went to Leadership Camp but we were scattered once we got there. My friend was busy being member of the camp’s committee while the rest of us were busy with the camp’s activities and we were put in different groups.

Lalu ketika ada acara ke Melrimba, lagi-lagi kami tidak bisa pergi berempat karena istri ‘adik’ saya sakit.


And came the event to Melrimba Garden, but once again the four of us couldn’t go there together because my ‘brother’s’ wife fell ill.

Jadi saya ingin bisa kumpul dengan mereka dan saya juga ingin nongkrong bareng dengan mereka yang datang pada acara ini.

So I wanted to get together with them and to hang out with those who came in this fellowship.

Tentu saja rasanya berbeda dengan kalau saya jalan dengan Andre. Tapi bukan berarti saya harus selalu jalan dengan dia atau saya jadi tidak menikmati saat-saat ketika saya bersama dengan orang-orang lain.

Sure it feels different with the time spent with Andre. But it doesn’t mean that I should only go out with him or that I wouldn’t enjoy my time with other people.

Punya hubungan jarak jauh memang tidak mudah. Tapi juga tidak rumit kok.

It’s not easy to have long distance relationship. But it is not complicated either.

Saya malah merasa lebih senang dengan jenis hubungan seperti itu karena hidup berjauhan membuat saya merasa lebih bebas menjadi diri sendiri karena pada dasarnya saya bukan orang yang senang di kekang.

Personally, I perefer to have that kind of relationship because living separately allows me to be able to be completely myself as basically I am a free spirit.

Saya tidak suka dibuntuti. Saya tidak nyaman kalau di tanya kemana saya mau pergi, untuk urusan apa, pergi dengan siapa, pergi atau pulang jam berapa.

I dislike to be followed. I find it uncomfortable to be asked where do I want to go, what purpose, with whom I go, what time do I leave or get back.

Jadi, saya tidak akan tahan kalau punya teman dekat yang selalu mau tahu urusan saya atau selalu ingin bersama dengan saya.

So I can’t stand to have someone close to me who wants to know my every move or wants to be with me all the time.

Dan saya menerapkan kecuekan saya pada Andre. Misalnya saja, ketika tahu dia sedang dalam perjalanan kembali ke Bogor saat menelpon saya, saya kaget. Saya memperkirakan dia akan pulang lebih malam karena asyik nongrong sama teman-temannya itu. Saat itu sudah jam 10 malam tapi saya memperkirakan dia mungkin akan balik ke Bogor pada tengah malam atau lebih larut lagi.

And I go easy on Andre. For example, when I knew he was on the way back to Bogor at the time he called me, I was surprised. I thought he would get back later for spending the night with his friends. It was 10 pm but I expected him to return to Bogor by midnight or later than that.

Orang lain mungkin uring-uringan kalau pasangannya kelamaan nongkrong sama teman-temannya. Atau malah marah kalau pasangannya tidak pergi dengannya.

Other people would go crazy when their spouses spend hours hanging out with their friends. Or go mad when their spouses don’t go with them.

Saya justru mendorong dia untuk pergi dengan teman-temannya itu setelah urusan kerjaan kelar karena saya pikir saya kan tidak bisa bermalam minggu dengan dia jadi kenapa dia tidak boleh pergi bersenang-senang bermalam mingguan dengan teman-temannya?

I even encouraged him to go with his friends after their were done with their work stuff because I thought I couldn’t spend that Saturday night with him so why couldn’t he had fun spending the night with his friends?

Kami memang lebih suka jalan berdua tapi hal seperti itu hanya bisa dilakukan kalau Andre sedang berada di Bogor. Tapi itu juga bukan harga mati. Kalau terjadi halangan tentu saja kami terpaksa tidak bisa jalan bareng.

We prefer to go together, just the two of us, but it can only be done when Andre is in Bogor. Still, it is not an absolute thing. Something can still come up that prevent us from going out together.

Andre merasa nongkrong dengan teman-temannya masih kurang asyik tanpa kehadiran saya.

Without me, Andre found it less fun to hang around with his friends.

Dan satu dari sekian banyak hal yang membuat saya agak susah tidur adalah saya berpikir ketidakhadirannya di sisi saya sekali pun saya sangat menikmati acara BBQ dengan teman-teman saya.


And one of the many things that made me unable to fall to sleep that night is the thought of his absence though I did enjoy barbecuing with my friends.