Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Thursday, January 31, 2013

Me Time

Rumah, anjing, sepatu, ransel sampai kulkas aja sudah dibersihin. Dan saya baru menyadari diri sendiri juga perlu mendapat perhatian.

Saya sih bukan tipe perempuan kemayu. Jauh dari centil. Emoh mematut-matut diri. Terlalu cuek soal penampilan. Tidak feminin.

Salon? Seumur hidup belon pernah saya ke salon untuk urusan rambut, tangan-kaki atau anggota badan yang lain.

Spa? Apalagi itu. Padahal beberapa kali saya menginap di hotel-hotel berbintang yang tentunya memiliki fasilitas spa. Tapi setiap kali ditawari (artinya ada yang bersedia ngebayarin) spa, saya geleng kepala. Ga ah. Ogah. Ntar aja. Lain waktu deh. Karena buat saya, lebih menarik kegiatan leyeh-leyeh atau sekalian tidur di kamar aja, atau berenang, atau jalan-jalan dari pada nongkrong 1-2 jam di spa. Dan itulah yang saya lakukan ketika teman seperjalanan saya lagi ber-spa-ria.

Andre sudah terlalu kenal dengan karakter saya jadi dia sudah terbiasa. Dia sendiri juga bukan lelaki yang hobi ke salon atau ke spa. Jadi, kalau pun kami berdua ke spa, itu karena badan atau yang paling sering adalah kaki, pegal linu karena terlalu capek habis keluyuran atau dugem sampai pagi. Bukan buat luluran atau maskeran tapi buat minta di pijit. Kalau tidak ya kami minta tolong dicarikan embok tukang pijit. Hehe.

Nah, setelah Andre balik ke negerinya, barulah saya menyadari kalau rambut saya sudah panjang, kuku tangan dan kaki sudah berteriak minta di potong, komedo di hidung juga sudah mulai ramai. Jerawat heboh ngantri di dagu. Waduh, waduh, waduh…, umur sudah mau jadi 42 kok masih jerawatan sih?!

Jadi mulailah sesi pembersihan diri sendiri. Potong rambut tidak pernah ke salon. Kan ada bokap. Hehe. Beruntunglah saya yang punya bokap serba bisa. Dari urusan masak, ngerjain kerjaan rumah model nyuci, nyetrika, nyapu, belanja ke pasar atau tukang sayur ga kagok, ok jadi tukang cukur, tukang jahit, urusan listrik, pertukangan, ngurusin orang sakit, berkebun, bertanam-tanam, sampai urusan mesin. Kagak ada yang bisa saingin bokap gue dah.

So, kalau perlu potong rambut, tinggal ngomong aja ke bokap “pa, rambut sudah panjang” dan bikin reservasi hari serta jam buat dia motongin rambut saya. Asyik kan. Gratis pula. Bayarannya ya gaji saya sebulan buat belanja masak, bayar listrik-air-telpon dan beli-beli keperluan rumah. Hehe.

Berhubung nyokap ga bisa motretin saya waktu lagi cukur rambut sama bokap, so saya yang motret nyokap waktu dia di cukur rambutnya sama bokap.

Nah, perkara potong kuku, bersihin muka dan hidung serta scrub daki-daki di badan, wah, itu tidak di buat dokumentasinya. Males, ah. Lagian itu kegiatan yang terlalu pribadi. Jadi cukup dibayangkan aja ya. Hehe..
_________________________________________________

I have cleaned it all. The house, the dog, shoes, backpack to the refrigerator. Then I realized, I haven’t done anything for myself.

I am not the kind of a girly girl. I don’t like to dress up. Not femine. Don’t give too much attention about my appearance.

Beauty salon? Never been there all of my life.

Spa? Despite the fact that I have stayed in hotels that have spa but I never went there. No matter I have been offered to have free treatment. No, no, spa isn’t my thing. I shook my head. Some other time, perhaps. Not now. That is how I came up with when someone offered me to go to a spa. I honestly prefer to stay in my hotel room to relax, sleep, go to the swimming pool or go sight seeing than spend 1-2 hours at the spa and it is what I did when my travelling partner went to the spa. 

Andre knows my characters so he is gotten used with this. He himself is not a salon nor spa kind a guy. So when we went to a spa, it is not to have hair, body or nail treatment. We needed massage treatment because after wandering around a whole day or went clubbing until day break, our bodies felt so drained. Or we just asked people where could we get a masseur.

After Andre returned to his country I realized I needed a haircut. My nail fingers also needed to be trimmed. The pores on my nose needed to be cleaned. And I can’t believe I still have got acne. I will turn 42 this year! Do I still get acne at this age?

So the self pampering started. First by having a haircut. Never go to the salon. I just needed to tell my dad that I needed a haircut and we set up a day and time for it. Yep, my dad is my barber and hairstylist. Lucky me to have a handy father. He is good doing house chores, go to the market to buy the ingredients for his cooking, he can do a little tailoring, an electrician, he knows about medicine, gardening and even about machinery.

He has been trimming my hair since I was a baby. And it is for free. Lol. All I have to do is handing him my salary so he uses it to buy the convenient stuff and pay the bills.

Anyway, since my mom can’t use my digital camera so I can’t make documentation of dad giving me a haircut. Therefore the photo I put in here is the one I took of my dad giving my mom a haircut.

Other pampering activities unfortunately are too private to be documented. You can only imagine it me cutting my finger nails, cleaned my face and nose, and scrubbing my body. Lol.

House Cleaning (4)

Without You By My Side

Rumah memang sudah waktunya dibersihkan tapi bukan itu satu-satunya alasan mengapa saya menyibukkan diri dengan urusan ini.

1-2 minggu pertama setelah Andre kembali ke negerinya adalah saat-saat yang sulit bagi saya. Selalu ada rasa kehilangan yang besar. Kekosongan yang bisa bikin saya merana. Kesepian yang menekan syaraf.

Jadi saya mencari kegiatan yang menyibukkan badan dan pikiran. Badan yang capek bikin saya bisa langsung tertidur begitu membaringkan diri di tempat tidur. Tidak perlu berbaring dengan pikiran melayang kemana-mana.

Memasuki minggu ke tiga biasanya saya sudah mulai terbiasa dengan keadaan tanpa kehadiran Andre. Saya kembali pada diri saya yang mandiri secara fisik dan emosi. Tapi untuk sampai ke minggu ini, ada waktu 1-2 minggu yang menyengsarakan. Hehe. Anda tidak bisa mengerti sepenuhnya tentang arti ini kecuali anda mengalami sendiri terpisah dari keluarga atau orang tercinta dalam jarak yang cukup jauh dan waktu yang lama.

Ada suka duka dalam menjalin hubungan jarak jauh. Sisi baiknya adalah melatih kemandirian. Saya merasakan bahwa berada dekat dengan orang tua atau Andre justru membuat saya cenderung jadi manja dan tidak mandiri. Mereka terlalu memperhatikan, menjaga dan mengurusi saya. Begitu saya terpisah dari mereka, nah, di situ saya di paksa sikon untuk bisa mandiri sepenuhnya.

Yang tidak enaknya dalam urusan kebersamaan. Kehadiran orang-orang terkasih sangat menolong pada waktu kita sedang berada dalam kondisi tidak kuat secara fisik atau mental. Karena segagah atau setegar apa pun seorang manusia, dia tetap membutuhkan dukungan orang lain. 

Nah, jadi setelah sapu-pel, mengelap meja-jendela dan memandikan Doggie, tas ransel, sepatu, kulkas serta pajangan di atas lemari dan yang menempel di tembok pun tidak luput dari pembersihan, trus, apa lagi ya yang bisa dibersihin?.. nyari sasaran lain nih ceritanya.. hehe...
_____________________________________

The house did and does need to be cleaned but it is not my only reason. I have other reason why I keep myself busy with cleaning work.

1-2 weeks after Andre returned to his country have always been the hard time for me. There is this feeling of loss. The emptiness is a torture. Loneliness would eat my nerve if I didn't distract myself. So when I am tired I would fall to sleep easily and my mind wouldn't wander around. 

Those feelings ease up in the third week because I usually have overcome those feelings and back to myself. Living independently, physically and mentally, without Andre by my side. You wouldn’t understand this perfectly unless you are in the same situation or have been in there before.

There are positive and negative sides on long distance relationship. The good thing about it is it forces anybody to be independent. I was more independent when I lived far away from my parents and Andre. The way they care and protect me does not make me independent.

The bad side about living separately from them is not having their presence that is needed during hardship. The presence of the loved ones is really a big support any living human, no matter how tough that person might be.

Soafter sweeping and mopping the floor, dustingwindows-shoes-backpack-fridge cleanings including the  knick knacks on the shelves and the walls, and bathing the dog, what's more to clean?.. lol..

Wednesday, January 30, 2013

House Cleaning (3)

The Dog and The Master

Sasaran pembersihan berikutnya adalah Doggie.

“Doggie baunya kayak ikan asin” kata Dio, murid les saya.

“Bukan, kayak telor asin” kata Joan, kakaknya.

“Si Doggie baunya sudah kayak karpet yang kehujanan” kata bokap.

Grrrrrr!!!... kagak terima nih tuannya… hehe. Masa anjing kesayangannya di bilang baunya sudah mirip ikan asin, telor asin dan karpet basah. Ayo Gi, mandi!

Masalahnya, mandiin Doggie perlu tenaga dan waktu ekstra karena ini bukan anjing ukuran kecil. Prosesnya juga tidak sederhana.

Mulai dari gigi dulu. Giginya harus di gosok. Padahal Doggie paling anti giginya di gosok. Jadi moncongnya harus di cengkeram dan mulutnya di buka paksa sebelum giginya bisa di gosok. Tapi jangan membayangkan semua berjalan mulus karena Doggie menggoyang-goyangkan kepalanya, mengatupkan mulutnya kuat-kuat dan menyembur-nyembur odol bercampur air dan liurnya. Wadoohh!!

Kelar urusan gosok gigi, barulah mandi. Musim hujan bikin udara dingin jadi Doggie dimandikan dengan air panas. Ya, jangan membayangkan mandi di bathtub dengan air panas dari keran. Hehe. Airnya ya di masak dulu di kompor. Lalu di campur dengan air dingin di ember.

Byur. Di siram air dulu. Baru di gosok dengan sabun. Tantangannya waktu mau menyabuni atau membilas bagian kepala, moncong, telinga, kaki dan bokongnya. 

Pokoknya kelar mandiin Doggie, badan saya ikut basah setengahnya. Hehe.

Dio
Samaan deh pokoknya, tuan dan anjingnya kagak doyan dengan urusan pembersihan yang satu ini tapi sudahannya dua-duanya sama-sama puas dengan hasilnya. Doggie jadi bersih dan wangi. Bikin bukan cuma saya aja yang senang berlama-lama memeluknya. Anak-anak les itu juga. Hehe.
_____________________________

Next target of cleaning is Doggie.

“Doggie smells like salty fish” said Dio, one of my English tutoring student.

“No, it smells like salty egg” said his sister, Joan.

“Doggie smells like a wet carpet” said my dad.

Grrrrrr!!!... I don’t accept my beloved dog is called stink. Come on, Doggie, let’s get you a bath.

The thing is bathing Doggie needs extra energy and time because it is not a small dog. The process is not simple.

First is brushing its teeth. Doggie hates it. I have to hold its muzzle, force to open it and brush the teeth. Don’t imagine it stands still. Oh no. It shakes its head, close its mouth and spitting out the toothpaste mixed with its saliva. Yikes!

After the teeth, comes the bathing part. Since it is the rainy season, I bath it with hot water. Now, don’t imagine bathing it in a bathtub and the hot water tap. No. I boil water in a big kettle and pour the hot water into a big bucket, mix it with some cold water.

The next challenge is bathing. Doggie hates it when I scrub it with soap and pour the water.

One thing for sure is after the bath, half of my body is wet.
I am hugging Joan

So neither the dog or the master likes it but both like the outcome. Doggie is clean and smells good. I am not the only one who likes to hug it. My tutoring kids do too.

House Cleaning (2)

Dustying The Dust

Keprintilan di dalam rumah pun membutuhkan perhatian, waktu dan tenaga tersendiri untuk membersihkannya. Dan sejauh ini saya harus mencicil dalam membersihkannya.

Pekerjaan mengelap-elap sebetulnya tidak terlalu saya sukai karena debunya bikin saya bersin dan kulit jadi gatal, bahkan bisa sampai bentol-bentol. Tapi ya apa boleh buat, ini sudah termasuk 1 paket acara bebersih rumah.

My bedroom
Jendela-jendela juga harus di lap. Yang nyebelin angin, debu dan hujan dalam waktu singkat bikin kaca jendela itu butek lagi. Atau kalau tidak ya gara-gara kena semprotan nyamuk.

Tinggal di negeri tropis berarti tidak pernah kekurangan dalam hal sinar matahari tapi itu artinya juga tidak kekurangan dalam persediaan debu. Rasanya baru sehari meja-meja di lap, besoknya sudah ada lapisan debu lagi. Kaca jendela paling cuma semingguan bisa bertahan cling.

Seringkali pekerjaan yang kelihatannya paling enteng atau mudah, ternyata memerlukan waktu penyelesaian yang sama panjang dengan pekerjaan besar atau malah tidak jarang lebih rumit prosesnya.

Entah kenapa, saya menemukan kemiripannya dengan perkara kehidupan. Hal yang kita anggap kecil atau remeh ternyata bisa membawa berkah atau petaka besar.
___________________________

Small things in the house have infact need their own attention, time and energy to clean them. And so far I can do them all at once.

I don’t really like the dustying because it makes me sneeze and gives me the itch on skin. But it is all in a package of house cleaning. I have no choice than doing it.

And the windows too need to be cleaned. But the wind, dust, rain and the spray from mosquito repellent soon make them dirty.

Living in tropical country means we get lots of hot sunshine but it also gives plenty stock of dust. The tables that have been dusted will be covered in thin layer of dust on the next day. The windows lasted off dust in just a week or so.

Sometimes the work that looks like simple and easy may take as long and as complicated as the big work.

Somehow I see its relation with life. The things we see as small may bring big luck or big trouble.

House Cleaning (1)

Sweeping and Mopping The Floor

Setelah Andre pulang barulah saya bisa mulai membersihkan rumah. Selama 3 minggu saya tidak bisa betul-betul membersihkan rumah karena selama Andre ada di sini tentunya waktu saya setelah pulang dari kantor dan pada hari libur lebih banyak dihabiskan bersama dengan dia.

Jadi saya mulai dengan menyapu dan mengepel lantai. Sofa, kulkas, kursi dan rak plastik di geser supaya kolong-kolongnya bisa di sapu dan di pel. Bahkan saya sampai merangkak-rangkak ke bawah meja makan, meja hias dan tempat tidur. Cleaning servisnya niat banget bebersih, kata nyokap. Hehe.

Hacih! Hacih!.. haduh, sampai bersin-bersin saya. Rumah yang hanya di huni oleh 3 orang dan seekor anjing ternyata bisa menyimpan banyak debu. Gimana kalau rumah dengan penghuni berjumlah lebih dari setengah lusin ya? Hehe..

Sebetulnya saya mewajibkan diri untuk menyapu dan mengepel rumah seminggu sekali karena bokap cuma bisa menyapunya sekali sehari saja. Yah, dari 3 penghuninya, hanya saya yang paling muda, paling kuat dan paling sehat sehingga bagian tugas menyapu dan mengepel rumah secara keseluruhan diserahkan kepada saya. Tapi ya karena saya kerja kantoran maka 2 pekerjaan rumah itu hanya bisa saya kerjakan seminggu sekali saat saya libur. Jadi tidak heranlah kalau debunya di tabung seminggu.

Ya bukan debu aja. Ada rontokan bulu si Doggie, ada kotoran cicak, kadang juga ada bangkai kecoak atau cicak dan noda-noda dari ceceran makanan atau nasi.

Ga heran kalau saya selalu mengepel dengan gaya melata alias tidak memakai alat pel yang bertongkat. Dengan cara melata begitu, segala noda dan kotoran di lantai bisa lebih terlihat dan lebih bisa dibersihkan.

Nah, di musim hujan begini…, pagi di sapu dan di pel, siang atau sorenya hujan mengguyur. Kalau cuma gerimis sih tidak apalah. Tapi ini langsung hujan deras, bahkan tidak jarang seperti badai. Haduh mak!! Ubinku sayang yang tadi cling, sekarang bukan cuma basah tapi juga kena cipratan tanah. Belum lagi doggie yang dengan santainya masuk ke rumah dengan kaki basah.

Grrrrrr!!!...

Tapi enaknya nyapu dan ngepel di musim hujan, ya, udaranya sejuk jadi tidak bikin saya keringetan. Hehe.

Yang pasti sih pekerjaan rumah yang satu ini ngabisin tenaga banget. Jadi sebelum mulai kerja, saya sarapan sedikit dan setelah selesai serta habis mandi, saya pasti makan sedikit lagi. Kalau tidak begitu, dari pengalaman, tekanan darah saya bisa anjlok. Ini ketahuan dari pandangan mata yang tiba-tiba berkunang-kunang.  

Anggapan umum bahwa olah raga atau beraktivitas menjadi cara untuk menaikkan tekanan darah tidaklah selalu benar. Buktinya dari dulu sampai sekarang tekanan darah saya malah turun kalau saya berolah raga atau beraktivitas yang terlalu menguras tenaga.

Jadi, saya salut sama para pembantu rumah tangga atau ibu rumah tangga yang dalam sehari bisa melakukan pekerjaan rumah lebih dari satu jenis. Eh, jangan anggap enteng pekerjaan menyapu, mengepel, memasak, cuci piring, cuci / setrika pakaian. 

Pembantu rumah tangga di kompleks tempat tinggal saya umumnya bekerja antara 2-5 jam sehari. Gile itu tenaganya!!.. ya bayangin ajalah, lebih dari 3 macam pekerjaan rumah dikerjakannya dalam waktu sesingkat itu. Tidak heran mereka umumnya tidak ada yang gendut. Hehe. Tapi ceking-ceking gitu jangan di kira tenaganya tidak ada. Coba aja salaman sama mereka, wih, genggaman bionic woman. Hehe.

Cuma omong-omong, kalau pekerjaan banyak harus dikerjakan dalam waktu terbatas, hasil pekerjaannya kayak gimana ya? Terjamin ga kebersihan atau kerapihannya? Trus, ada berapa banyak piring dan gelas yang pecah ya? Hehe..
_________________________________________

I could not really clean my house when Andre was still around because I spent most of my time after work and on my day off with him.

My style when mopping the floor :)
So I started with sweeping and mopping the floor. Chairs, sofa, refrigerator, shelves were put a side. I even crawled myself under the tables and beds. What a cleaning lady do we got, said my mom. Lol.

And it made me sneezed! The house stores quite a lot of dust. And there are just 3 people and a dog live in this house. How if it is inhabit by more than half a dozen people?. Lol.

I put sweeping and mopping the floor as a once a week task. My dad can only sweep the floor once a day. So being the youngest, the strongest and the healthiest member of the family make me be the one who have to regularly do the sweeping and mopping the floor. No wonder if most of the dust is saved for a week.

It is not just dust. There are Doggie’s fur, house lizard droppings, dead lizard or cockroach, food or rice stains on the floor.

It is why I prefer to mop the floor not using the mopper. When I crawled around the floor with the mop, I can locate the stains easily and can clean it thoroughly than when I use the mopper.

In this rainy season I can’t expect to have my clean floors last long in the afternoon. It wasn’t just a drizzle. Most of the times it was pouring rain. My poor shiny clean floor… not only it wet, the drop of muds covered it. And doggie, my dog, walked inside the house with its wet paws.

Grrrrrr!!!...

Anyway, the good thing about sweeping and mopping floor in rainy season is the nice temperature make me don’t get sweat.

One thing for sure is the work takes lots of energy. It is why I always take light breakfast before doing both work and after it’s done I take a bath and then take another light snacking. If I don’t my blood pressure would drop. Common opinion is doing exercise and being physically active can boost up blood pressure. Well, they don’t work on me. Infact, doing too many physical activities makes my blood pressure drop.

So thumbs up to maids, cleaner or housewives who can do lots of house chores in a day. You can’t underestimate the work of sweeping and mopping the floor, cooking, washing the dishes, wash the laundry or ironing. They take lots of energy.

The maids in my neighborhood spend about 2-5 hours to do more than 3 house chores. I can’t imagine how they do all those work in short time. What an energy they have! No wonder rare have over weight. They have got horse power in those tiny bodies. Don’t believe me? Try shake their hands. That’s a bionic woman’s handshake they have got there. Lol.

Oh but I wonder about the quality of a work when it is done in short timeAre the dishes or the clothes cleanAnd how many glasses or plates have been broken in the process?

Saturday, January 26, 2013

15,034 views

Pada 11 Agustus 2012 angka pada statistik menunjukkan blog ini telah di kunjungi atau di baca 10,008 kali. Saya tidak tahu apakah itu berarti ada 10,008 orang atau 1 orang membaca lebih dari 1 postingan dalam blog ini. Tapi yang pasti jumlah yang tertera pada statistik memberi gambaran pada saya bahwa tulisan-tulisan saya di baca dan disukai. Sebab kalau tidak, pastilah jumlahnya tidak akan menjadi sebanyak itu.

Hari ini (26/1) statistik menunjukkan angka 15,034.

Jadi dalam selang waktu tidak sampai 5 bulan terjadi penambahan lebih dari 5,000 pembaca.

Saya tidak pernah memanipulasi angka itu dalam artian saya sendiri yang berkali-kali membuka blog ini supaya angka statistiknya bertambah banyak.

Yang saya lakukan adalah membuat draft blog pada malam hari dan mempostingnya pada esok harinya. Dan setelah menaruh postingan itu, saya tidak lagi melongok blog ini sampai keesokannya lagi ketika saya menaruh postingan baru.

Jadi yang tertera pada statistik adalah murni rekaman berapa kali blog ini dikunjungi atau dibaca oleh orang lain.

Saya senang tapi tidak menyombongkan diri karenanya. Karena bagi saya, menulis blog sama seperti pelukis yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk melukis. Atau pematung dan pemahat yang dengan tekun memahat batu dan kayu hingga menjadi berbagai bentuk. Mereka mencintai apa yang mereka lakukan.

Menulis adalah satu hal yang saya kerjakan atas dasar kesukaan. Saya mencintai bidang tulis menulis tapi tidak mencari uang darinya. Saya bersyukur saya memiliki banyak keahlian lain yang dapat saya jadikan alat untuk menghidupi saya dan juga orang tua saya. 

Menulis saya lakukan sebagai cara saya untuk berekspresi, mengungkapkan pendapat dan pemikiran.

Dengan menulis, saya merasa bisa bebas menjadi diri saya sendiri seutuhnya. Setelah hampir sepanjang hari harus menjadi seperti yang diinginkan dan di tuntut oleh orang lain maka menulis menjadi semacam pelarian saya, tempat saya bisa bersembunyi dan beristirahat karena bisa melepaskan segala perisai, kedok dan beban yang saya pakai.

Blogger.

Sudah lebih dari sekali saya mendengar orang menyebut saya demikian. Mungkin memang sebutan yang tepat karena saya memang seorang penulis blog. Tapi saya melihat diri saya sebagai penulis dan bukan seorang blogger. Hanya kebetulan saja media yang saya pilih adalah blog.

Bikin blog, yuk.

Beberapa teman dan murid saya sempat tergugah untuk membuat blog setelah melihat saya memposting tulisan saya atau setelah membaca blog ini.

Ya kenapa tidak? Sekarang ini setiap orang bisa membuat blog. Tidak terlalu sulit kok. Kalau mau pakai blogspot, buatlah dulu akun di gmail. Lalu masuk eksplorasilah situs blogspot. Semua di buat tidak rumit.

2 ½ tahun lalu saya yang buta total tentang blog saja akhirnya bisa membuat blog, dari mendesainnya sampai memasukkan foto dan lagu. Semua saya lakukan sendiri tanpa bantuan orang lain atau membeli buku petunjuk. Modal ceklak ceklik sana sini saja. Kalau salah? Ya, tinggal di ulang lagi.

Yang saya sarankan cuma satu; jangan bikin blog karena ikut-ikutan.

Apa pun yang kita lakukan tanpa disertai dengan minat atau kecintaan pada hal yang kita lakukan itu tentunya tidak akan memberi hasil yang baik.

Kadang saya suka browsing ke berbagai blog milik orang lain. Yang paling sering saya jumpai adalah blog yang sekarat, mati suri atau sudah total RIP. Maksudnya, blog yang di isi hanya beberapa kali saja lalu di tinggal oleh pemiliknya. Entah karena terlalu sibuk atau memang pada dasarnya tidak berminat pada bidang tulis menulis sehingga cepat atau lambat ketertarikannya pada blognya sendiri hilang.

Saya hanya seorang pekerja kantoran biasa. Bukan penulis. Jadi waktu saya menulis mulai pada sore atau malam hari. Faktor mencintai apa yang saya kerjakan ini menjadi faktor penentu karena hal itu yang membuat saya tidak bosan melakukannya. Dan yang membuat saya tetap konsekuen dengan keputusan dan pilihan saya untuk menulis di blog.

Saya memang tidak lagi menaruh postingan setiap hari sejak saya berhenti bekerja sebagai guru TK. Tapi saya bertekad untuk tetap menaruh postingan tulisan saya di blog ini walau mungkin hanya 5-10 postingan setiap bulannya.

Ide macet?

Kadang penghalangnya sebetulnya cuma pada sikon badan yang capek, sakit atau mengantuk. Ide untuk dijadikan bahan tulisan tidak pernah ada habisnya karena kehidupan dan manusia memberikan begitu banyak hal untuk dipikirkan, direnungkan, dipelajari, ditangisi, ditertawakan atau disumpahi.

Jadi, masih berminat untuk menulis blog?
_______________________________________________

On August 11th the blog statistic on this blog shown what I considered at that time as quite a spectacular number. 10,008 views. I don’t know if it means the blog has been viewed 10,008 times or there were 10,008 viewers. I simply use statistic number as an indication that people read this blog and like it, or otherwise it wouldn’t show this much.

Today (January 26th) it shows 15,034.

So there are 5,000 addition in 5 months.

I don’t manipulate the number. I don’t track my own page views.

What I do is drafting my blog at night and the next day I post it. I don’t check on it until I upload the next post on the next day.

Anyway I am happy to see this progress but it does not make me cocky. Like a painter and his painting. He loves what he is doing. He loves his artwork.

I write to express myself. I feel free to be myself when I write. It is my sanctuary. It is a get away after a day of being anybody’s puppet. Me and my writing, it is when I can take off my mask without have to worry anyone might find me unguarded.

Blogger.

I heard some people called me that. I think I am a writer who happens choose to publish her writings in a blog. I see myself as a writer and not a blogger.

Let’s get ourselves a blog too.

I inspired friends and students to set up their own blog. Nothing wrong with this of course. I myself was inspired by Aamir Khan. And it is easy to have a blog. It is designed so simple that anyone can easily learn how to set it up like I myself when I first started more than 2 years ago.

Only remember that having a blog is not like wearing shoes that you can throw away when it is worn off or out of date or disinterest you anymore.

You have to be passionate about the things you do otherwise sooner or later you will bored of it. I have seen too many  evidents  when I browsed into other people’s blog. Many of them have been in comatose or even RIP. Blogs that have been left by their writers.

You see, I am just a regular office worker. Writing is one of my passion. And eventhough I don’t post as many as before after I resigned from that kindergarten but I keep post my writing in this blog every month. Never got tired or bored of it.

The less writing I post is never because I am stuck or running out of ideas.

Actually, life and people are the never ending source of idea as they give things to think, laugh, cry and curse about. The obstacle is just the unwell physic, tiresome or sleepiness.

So, still interested to have your own blog?

Wednesday, January 23, 2013

The Happy Ever After


Sama seperti anak perempuan lainnya, saya menyukai dongeng Cinderella, Snow White dan Sleeping Beauty.

“…. dan mereka hidup berbahagia selamanya…” itu selalu menjadi kalimat penutup dongeng-dongeng tersebut ketika segala sikon tidak menyenangkan yang harus dialami oleh tokoh-tokohnya berakhir; ketika kejahatan akhirnya kalah; ketika segalanya menjadi indah dan mereka pun dapat hidup bahagia selamanya. 

Tidak lagi diceritakan bagaimana Cinderella dan pangerannya menjalani kehidupannya setelah mereka akhirnya bersatu. Tidak ada yang tahu seperti apa hari-hari yang dihadapi oleh Snow White dengan pangerannya.

“Jadi elu mau pindah ke WA?” begitu komen teman saya di bawah foto saya yang di unggah Andre ke akun facebooknya. Teman saya ini mungkin sudah 10 tahunan bermukim di Amerika, sudah menikah dengan warga negara sana (keturunan Spanyol) dan sudah memiliki seorang putra “tunggu apalagi?”.

Hal-hal demikian memenuhi pikiran saya ketika saya dan Andre dalam perjalanan menuju bandara hari Minggu sore itu(20/1).

“You’re quiet” Andre menarik rambut saya. Kok diem aja?

“Hmm..”

“What are you thinking?”. Lagi mikirin apa?

“I hate to see you go”. Saya ga mau kamu pergi.

Dia menatap saya “come here” dipeluknya saya “I hate it too. But it’s part of our deal, right? Unless you agree to come and live with me”. Saya juga ga suka. Tapi ini bagian dari perjanjian kita. kecuali kamu setuju untuk tinggal sama saya.

Saya menatap awan-awan yang berwarna kemerahan. Hari sudah sore tapi masih terang. Sudah 2 hari tidak hujan. Cuaca cerah. Saya berpikir apa awan-awan di langit ini sampai juga ke Seattle?

“Do you believe in happiness ever after?” cetus saya tiba-tiba. Kamu percaya dengan hidup bahagia selama-lamanya?

“What’s that?”. Gimana?. Andre kaget dengan pertanyaan aneh itu. Dia sudah sering mendengar berbagai pemikiran dan pertanyaan saya dari mulai yang normal sampai yang tidak masuk akal namun saya masih bisa membuatnya kaget.

“Well, do you?”. Jadi, kamu percaya ga?

Andre menatap saya agak lama, tersenyum kecil “I thought Marry and I would have it. But we didn’t. I was coping with our breakup when I met you”. Saya kira saya dan Marry akan hidup berbahagia selamanya. Tapi kami pisah. Saya lagi patah hati karena perpisahan itu waktu saya ketemu kamu.

Saya kembali menatap awan-awan itu.

“I wished life were a fairy tale”. Seandainya hidup seperti dongeng.

“If this were a fairy tale, then what were we?. Cinderella and her prince charming?”. Kalau semisalkan kita ada dalam cerita dongeng, kita ini apa dong?. Cinderella dan pangerannya?.

Saya spontan tertawa “I don’t think Cinderella’s prince looked like captain Haddock”. Pangerannya Cinderella ga kayak kapten Haddock.

“Is that so? If I shaved my beard and moustache, it would make me the prince?”. Kalau saya cukur brewok dan kumis ini, saya cocok jadi pangerannya?. Andre menggosokkan pipinya yang brewokan itu ke pipi saya. Yaiiiii!!!...

“Cinderella’s prince doesn’t have tattoos” saya terkikik geli jadinya. Pangerannya Cinderella tidak punya tato. “it fits you more to be the pirate”. Kamu lebih pas jadi bajak laut.

Andre tertawa keras.

“So life is not fairy tale” katanya. Hidup bukanlah dongeng. “You are not a princess. I am not a prince. But what the hell, we have our own love story”. Kamu bukan seorang putri. Saya bukan seorang pangeran. Tapi peduli amat, kita punya kisah cinta sendiri.

Dalam perjalanan pulang ke Bogor, saya tersenyum sendiri saat mengulangi kata-katanya. Life is not a fairy tale. Kehidupan bukanlah dongeng. Besok saya akan menjalani kehidupan sebagai diri saya. Di sini. Di negeri ini. Sementara Andre akan tiba di negerinya, kembali ke kotanya dan akan menjalani kehidupannya.

Kegelapan malam menyelimuti jalanan. Saya menatap langit dan hampir tak percaya mendapati beberapa bintang di sana. Hari-hari lalu yang penuh dengan awan mendung dan hujan deras seakan tidak pernah ada.

Dalam gelapnya malam, bintang-bintang itu muncul di langit yang bersih. Bersinar demikian indahnya.

Kehidupan pun akan seperti ini pula dan saya berbahagia karenanya..
_______________________________________________

I love fairy tales. Just like any other girls. We love Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty.

“… and they live happily ever after..” fairy tales always end their stories with that line. For every hardship; every trying situation; everytime evil was defeated. That has been always the ending line.

There is no additional line telling how Cinderella and her prince lived after they got reunited. No information for the reader how Snow White spent her days with her prince.

“So are you going to move to WA?” asked my former colleague, who is also a long time friend, under my photo which Andre uploaded to his FB account. This former colleague has been living for about 10 years in the US, has married a Spanish descent man and they have a son. “what are you waiting?”

Those things filled my mind that Sunday afternoon (January 20th) when Andre and I were on our way to the airport.

“You’re quiet” Andre pulled my hair.

“Hmm..”

“What are you thinking?”

“I hate to see you go”

He stared at me “come here” he hugged me “I hate it too. But it’s part of our deal, right? Unless you agree to come and live with me”.

I looked at the clouds up there in the sky. It hasn’t been rained for 2 straight days. It was a beautiful afternoon. The sky was clear.

“Do you believe in happiness ever after?” I popped that question.

“What’s that?” Andre looked surprised. I have shared him many of my thoughts and asked him lots of questions. He has heard the normal to the weird ones but I could still surprise him with another of my thought and question.

“Well, do you?”

He stared at me for a while and smiled when he quietly said “I thought Marry and I would have it. But we didn’t. I was coping with our breakup when I met you”

I looked up to see those clouds in the sky.

“I wished life were a fairy tale”

“If this were a fairy tale, then what were we?. Cinderella and her prince charming?”

I laughed “I don’t think Cinderella’s prince looked like captain Haddock”

“Is that so? If I shaved my beard and moustache, would it make me the prince?”. He put his cheek on my cheek. I felt his moustache and beard tickled my cheek.

“Cinderella’s prince doesn’t have tattoos” I giggled “it fits you more to be the pirate”

Andre laughed it out loud.

“So life is not fairy tale” he said with a twinkle in his eyes “you are not a princess. I am not a prince. But what the hell, we have our own love story”

Life is not a fairy tale. I smiled when I heard his voice in my head saying those words as I headed home from the airport. Tomorrow I will go back to my life in this country, in this town. He will arriving in his country, back to his life and work, in his town.

The darkness covered the road as evening has arrived. I looked up at the sky and was surprise to find stars. The sky was clear. The rainy days seemed never existed.

The stars in the night sky shone beautifully.

My life will turn that way toogone is the darkness and the light is shinning upon meHappiness is here at last...

Monday, January 21, 2013

Do Your Job

Ternganga saya melihat jalur Jl. MH. Thamrin tergenang banjir setinggi betis orang dewasa.

Saya baru mengetahui tentang banjir yang melanda hampir di seluruh kota Jakarta, bahkan sampai ke Bekasi dan Depok, setelah pulang kerja pada hari Kamis (17/1). di kantor tidak ada tv dan saya agak sibuk hari itu sehingga tidak sempat browsing berita di yahoo.

“Jalan Thamrin jadi sungai” kata nyokap waktu saya pulang.

Tidak terlalu saya tanggapi karena nyak babe suka rada lebay. Mata saya baru melotot tak percaya waktu saya melihat tayangan di tv ketika saya pergi makan bareng Andre malamnya.

“That’s awful” Andre menggumam. Parah.

My former office in MH. Thamrin St.
“Awful? It’s the worst flood that ever happened in Jakarta” Parah? Ini banjir paling buruk yang pernah terjadi di Jakarta. Masih sulit bagi saya untuk percaya jalur pusat bisnis di ibu kota bisa lumpuh karena banjir “I used to work and stayed in that area. And Hard Rock Café is located there, it's my favourite hangout place” saya pernah kerja dan tinggal di daerah sekitar situ. Dan HRC lokasinya juga di situ. Padahal itu tempat nongrong favorit

“Now even the presidential palace is no longer untouched by the flood” kata Andre ketika melihat berita menayangkan gambar istana tergenang air. 

Tapi tayangan yang membuat hati prihatin, geli dan tak percaya adalah saat gubernur Jakarta, bapak Jokowi, meninjau langsung ke saluran drainase dan menemukan kenyataan yang tidak pernah terbayang oleh beliau dan mungkin juga oleh kita semua. Saluran air itu kering. Tidak ada air. Padahal saluran itu di buat untuk mengalirkan air.

Saluran drainase itu kering karena tersumbat oleh sampah. Akibatnya air pun mengalir ke luar, menggenangi jalanan, menciptakan banjir.

“Now you look just as puzzled as he is” Andre tertawa. Kamu kelihatan sama bingungnya sama dia.

“Who would not be puzzled?” siapa yang ga bakal bingung? saya menggeleng-gelengkan kepala karena bingung “would you believe it…?” percaya ga kamu..?

“No, the people in this country don’t understand that they have their contribution for making this flood” orang-orang di negeri ini tidak mengerti kalau mereka punya andil dalam menciptakan banjir ini. Andre menatap saya dan kami berdua sama-sama mengerti maksud ucapannya tadi “look at those trash” lihat aja sampah-sampah itu.

“They blame the rain. They blame Bogor that they claimed to be responsible to send all the water to Jakarta. But they failed to see that they themselves should be held responsible for making the flood” kata saya gregetan. Mereka menyalahkan hujan. Mereka menyalahkan Bogor yang katanya jadi penyebab banjir karena mengirimkan limpahan air tapi mereka tidak sadar kalau mereka sendiri sebetulnya juga punya andil sampai banjir ini terjadi.

Saya sudah pernah menulis bagaimana saya menyaksikan orang membuang sampah sembarangan ke jalan dan bahkan ke sungai.

“I don’t know what does it take to really put some senses into people’s mind about littering” gerutu saya. Ga tau deh gimana caranya supaya bisa bikin pengertian jangan buang sampah masuk ke otak orang-orang itu.

Maksud saya, tidak seorang pun dari kita yang tidak pernah diajari tentang membuang sampah di tempat sampah dan jangan membuangnya sembarangan. Pelajaran ini kita dapatkan bahkan dari TK.

Jadi kenapa kok pengajaran yang baik itu sebagian besar bisa terlupakan atau diabaikan?

Yang saya perhatikan adalah sebagian besar berpikir toh sampah yang mereka buang ke jalan akan dibersihkan oleh tukang sapu jalanan yang dipekerjakan oleh dinas kebersihan pemerintah kota. 

Jadi kita umumnya berpikir orang lain dong yang harus melakukan tugasnya.

Lalu kita sendiri bagaimana? Goyang kaki? Cuci tangan? Lepas tanggung jawab? Masa bodoh?

Di tempat kerja saya saja contohnya. Dulu saya sempat kesal karena sering mendapati gelas plastik bekas air mineral atau bungkus kertas bekas gorengan, bungkusan bekas permen, tisu kotor sampai remah-remah makanan bergeletakan atau berceceran di meja dan lantai ruangan saya.

Enak betul ya, pikir saya gemas, nyampah di ruangan orang. Ga keliatan apa tempat sampahnya? Terlalu susahkah buat jalan sedikit ke tempat sampah itu? Atau dipikirnya biar ajalah. Toh kan ada si Keke atau bagian kebersihan kantor yang nantinya bakal ngebuangin atau ngeberesin.

Karena jengkel akhirnya saya buat tulisan ‘Jagalah Kebersihan. Buanglah sampah pada tempatnya. Terima Kasih’. Dan kertas dengan tulisan itu saya copy lalu saya tempel tidak saja di ruangan saya tapi juga di tempat-tempat lainnya.

Sejak itu saya jarang menemukan sampah tidak bertuan di ruangan saya.

Tapi yang agak mengejutkan saya adalah ketika ada seorang yang mencopot kertas itu karena menurutnya di ruangan tertentu tidak pantas ditempeli kertas dengan peringatan seperti itu. Jadi kalau ada yang meninggalkan sampah di sana maka orang itu tidak bisa dipersalahkan atau dimintai kesadarannya untuk melakukan sesuatu yang benar karena toh ada petugas kebersihan (dan juga ada si Keke) di tempat kerja saya ini.

Ketika pemikiran demikian ada di benak setiap manusia maka tidak heranlah banyak pengajaran baik yang kita terima dari sekolah, teman, orang tua atau siapa saja, yang tidak memberikan hasil maksimal atau malah sama sekali tidak memberi bekas apa pun di dalam diri kita.

Mulailah segalanya dari diri sendiri. Lakukanlah sendiri. Jangan berpikir bahwa sesuatu ini bukan bagianmu untuk mengerjakannya. Jangan berpandangan bahwa toh ada orang lain yang akan mengerjakannya.
_________________________________

I hardly believe my own eyes when I saw the news showed footage of the flood in MH. Thamrin street, Jakarta. It was knee high.

I just knew about the flood in Jakarta, Bekasi and Depok cities on Thursday (January 1st) after I arrived home and watched it on tv. There is no tv in my room at work and I was kind a busy that day that I did not browse yahoo news.

“Thamrin street has turned into a river” said my mom when I got back from work.

I didn’t take it seriously because my parents like to exaggerate things. I believed it after I saw it myself on tv when Andre and I were having dinner.

“That’s awful” Andre sighed.

“Awful? It’s the worst flood that ever happened in Jakarta” I couldn’t believe the centre business in Jakarta could be paralysed by the flood “I used to work and stayed in that area. And Hard Rock Café is located there”.

“Now even the presidential palace is no longer untouched by the flood” said Andre when the footage showed the flood reached the palace.

But the most ridiculous thing I have ever seen is when it showed Mr. Jokowi, Jakarta's Governor got inside the underground water tunnel only to find it dry. The tunnel was filled with trash that water couldn’t get in there and so it went up and flooded the road.

“Now you look just as puzzled as he is” Andre laughed.

“Who would not be puzzled?” I shook my head “would you believe it…?”

“No, the people in this country don’t understand that they have their contribution for making this flood” Andre stared at me and we both knew what he meant “look at those trash”.

“They blame the rain. They blame Bogor that they claimed to be responsible to send all the water to Jakarta. But they failed to see that they themselves should be held responsible for making the flood” I didn’t hide my upsetness.

River of Trash
I have written in some of my post how I saw people thrown trash to the street and even into the river.

“I don’t know what does it take to really put some senses into people’s mind about littering”.

I mean, we all have been taught about not to litter since we were in kindergarten. So what makes we forget some or even all the good things that were or are taught to us?

What I think people have in mind is the trash they throw to the street or the river would cleaned by the city’s public workers.

So we want other people to do the work.

And what we do? Just wash our hands off?

At my work, for example, it used to upset me when I found used mineral water glasseses, food or candy wrapper, dirty tissues, food crumbs on my desk or scattered on the floor.

How nice, I thought. Irritated. They just littered in my room. Couldn’t they see the trash can? Or was it too hard for them to walk a short distance to the trash can? Or just left it there because there would be the cleaner or Keke who would throw it away.

It annoyed me so much that I made a sign ‘Don’t litter. Please put the trash in the trash can. Thank you’. I made copies and stick it to the wall not only in my room but also in other rooms.

After that I rarely found trash in my room.

Somehow, it surprised me when somebody took it off the wall, not the one in my room, because that person’s opinion is such signage is improper to be placed in certain room. So when anybody left trash in those rooms, they can’t be held responsible or be reminded to do decent thing, a good manner thing. After all, the place employs a cleaner and Keke who can clean the trash.

When we have such way of understanding or thinking, it is no wonder if there are many good things taught by our parents, teachers, friends or anyone would bring any maximum outcome or even easily gone from our minds or consciousness.

So start it from yourself. Do your job. Don’t think that it is not your part, not your responsibility. Don’t think there are other people to do the job.