Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Saturday, October 22, 2011

Jadi Waras Lagi / Getting Back My Sanity

“Ibu kok sekarang beda ya” kata emaknya Ferdi, Calvin & Andrew saat datang bertamu ke tempat saya kerja beberapa minggu yang lalu “Jadi cerah”. Lha? Emang muka ane di kata matahari? Ada cerah. Ada mendung. Hehe.

“Ih, si bu Keke!” ucap CCTV ketika bulan September lalu bertemu saya di dekat loket pembayaran listrik “Gimana kabarnya?” sambil menatap saya lekat sampai membuat saya merasa sedikit jengah bercampur heran “Jadi cantik kok ya sekarang”. Maksud loh?? Hehe. Pssst… kalau pengen tahu siapa orang yang dijuluki CCTV itu, silahkan buka-buka blog saya sewaktu saya masih bekerja sebagai guru TK. 

Tapi dari semua komentar yang saya dengar dari orang yang pernah mengenal saya saat saya menjadi guru & setelah tidak menjadi guru, komen dari satu orang ini yang paling heboh. Hehe.

“Heh, lu kok cantik sekarang! Cerah” Evelyn spontan berseru saat kami bertemu hari Minggu (2/10) “Gile. Beda banget lu sekarang”

Oya, buat yang belum tahu Evelyn itu siapa; kami sama-sama mengajar di kelas TK A selama satu semester di tahun 2010. Lebih tepatnya dia adalah asisten saya. Lalu dia mengundurkan diri karena melahirkan di awal tahun 2011.

Selain tiga orang di atas itu yang ucapannya saya kutip, ada beberapa orang lain yang isi komentarnya kira-kira sama. Jadi kalau cuma seorang saja yang berkomentar demikian mungkin saya akan menganggapnya sebagai ucapan basa-basi yang manis tapi ini ada lebih dari seorang. Saya jadi berpikir juga akhirnya.

Kita sudah terlalu terbiasa dengan muka masing-masing, betul? Kita melihat muka sendiri di depan cermin atau kaca (kaca jendela, kaca spion, kaca mobil) entah berapa kali seharinya sampai rasanya sudah tidak ada yang aneh lagi. Kita tetap akan menganggap bayangan di cermin atau kaca itu mengatakan wajah kita standar, di atas standar atau di bawah standar.

Begitu pula halnya dengan saya. Di mata saya rasanya muka saya sama saja. Hidung saya masih tetap ditempatnya. Gigi saya masih tidak rata. Hehe. Tapi kok orang-orang yang sudah lama tidak bertemu dengan saya mengatakan saya terlihat berbeda. Malah saya juga dikatakan lebih cantik. Kalau menurut saya sih, saya jadi lebih gendut karena jenis pekerjaan saya sekarang ini membuat saya tidak banyak bergerak.

“Kamu sekarang kerja tidak di bawah tekanan” kata nyokap saat saya menceritakan komentar-komentar orang-orang itu. “Orang-orang di tempat kerja kamu yang sekarang malah sangat mendukung & menghargai kamu. Jadi hati kamu gembira & lapang”. 


“Mens sana in corpore sano”. Ungkapan dalam bahasa latin ini sangat sering dikumandangkan di masa saya bersekolah. Ungkapan itu berarti ‘Di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang sehat’.


Benarkah demikian? Tidak selalu. Dari pengalaman saya, justru kesehatan jiwa (baca: kesehatan hati & pikiran) seseorang yang mempengaruhi kesehatan jasmaninya.

Tidak percaya? Tahun 2001 saya dua kali harus menjalani operasi. Betul memang ada penyakit di dalam tubuh saya tapi kondisi batin & pikiran yang saat itu sedang stress berat saya yakini yang membuat kondisi fisik jadi ambrol.

“Hati yang gembira adalah obat tapi semangat yang patah melemahkan tulang” begitu salah satu ayat yang tertulis di Alkitab (Amsal 17:22)

Dari Mei 2005 sampai Juli 2011 saya bekerja sebagai guru TK. Gaji yang bersaing rendahnya dengan gaji pembantu membuat saya harus bekerja dobel dengan memberi les membaca atau bahasa Inggris supaya saya dan orang tua saya bisa hidup setiap bulannya (sebagai catatan: orang tua saya menjadi tanggungan saya sejak tahun 1994. Mereka tidak bekerja lagi. Tidak ada pensiun. Tidak ada asuransi. Tidak ada deposito. Tidak ada penghasilan). Jadi bagaimana otak saya lama kelamaan tidak menjadi semakin miring karena sekian tahun harus menanggung beban seperti ini. 

Selain itu, setelah bekerja di lebih dari 10 tempat yang berbeda dari tahun 1994-sekarang, saya mendapati kenyataan bahwa atasan & rekan-rekan kerja bisa meringankan beban apa pun yang ada pada pekerjaan atau pada lingkungan kerja. Atau kebalikannya; mereka bisa semakin menambah beban yang ada. Nah, kondisi yang terakhir itulah yang bisa membuat akal sehat seseorang terkikis. Kalau sudah begitu ya tidak heran kalau seseorang yang sehat jasmani bisa jadi penyakitan. Dan jiwanya pun mulai jadi ‘miring’. Hehe.

Nah, jadi derajat kemiringan otak saya kini mendapat kesempatan untuk diluruskan kembali. Hehe. Dengan suasana kerja yang lebih menyenangkan dan dikelilingi dengan orang-orang yang bersikap positif kepada saya memberi saya kesempatan untuk memulihkan kesehatan jiwa. Dan tentunya ini berdampak pula pada kesehatan fisik saya.

Tapi di luar sana ada jutaan orang yang mau tidak mau harus bertahan dalam pekerjaan yang menyakitkan jiwa & menyengsarakan batin. Saya harap mudah-mudahan anda bukanlah salah seorang dari mereka.
_____________________________________________________________

“You look different” said mother of Ferdi, Calvin & Andrew when she came to see me at work few weeks ago “You look brighter”. What do you mean? Brighter? So am I the sun? Oh yeah…

At other time “Miss Keke!” the lady whose house is infront of the kindergarten greeted me when I was on the way home from paying some bills “You look different”. She studied my face intensely. “Prettier”. Huh?

But if I thought I have heard it all, wait till you hear what Evelyn said when she met me at work (Sunday, Oct 2nd).

“Gee wheez! Look at you! You look so different now! You’re pretty. You shine!” the look of surprise was so apparent on her face.

I worked with Evelyn for a semester last year when she was my assistant in class. She resigned early this year to give birth to her second kid. We’ve never met after I resigned from the kindergarten four months ago.

Well anyway, beside those three people, there are other people who basically said the same when they met me. So it is not me making it up. I do look different now. I look better. Well, I am not making it up. I conclude it after I heard many similar comments.

The thing is we all are used with our reflections in the mirror. We see it anytime we want everyday so nothing seems different. It is not the reflection. It is how we perceive it, either we value ourselves (bodies or faces) on average or under the standard.  

For me, my reflections seems the same. My nose is still on its place. My teeth.. so I don’t really get it why people say I look prettier. Infact, I think I’ve gained more weigh because I do more of administration work in my present job which means I do most of the work by sitting.

“You do your work in peace. Gone are those annoying people” said my mom when I told her about the remark people made after they met me “Here you find nice & supportive people who appreciate you. This lighted up your spirit”  

‘Mens sana in corpore sano’ a latin proverb that says Sound Body, Sound Mind. Well, is it? Speaking from experience I tend to say it is the other way around.

I was hospitalized twice back in 2001. I was taken ill but I believe stress played huge part in weakened my body.

“A merry heart does good, like medicine. But a broken spirit dries the bones” (Proverbs 17:22).

I worked as kindergarten teacher from May 2005 to June 2011. Teacher’s salary that is as low as a maid’s salary forced me to do double jobs in order to make end’s meet for me & my parents (FYI I work to support my parents since 1994. They have no income. No insurance. No savings). So with this kind of burden on my shoulder, no wonder my mind could go completely insane.

Now after work in more than 10 different place from 1994-present make me realize that the bosses & coworkers can ease up the burden in your life or adding more burden to it until you feel it unbearable & you’re concerned about your sanity.

But I can sigh my relief that I am surrounded by people who have positive attitude & mind. My mind seems to work in order again.

So while I am receiving mental & physical healings, I know that millions of people out there still have to live their life, do their works & carry the burdens that eating them slowly. I just hope you are not one of them…

Monday, October 10, 2011

Sisi Kanak-Kanak / A Child In Me

“Oma, itu kucing bersih banget. Abis di laundry ya?” ibu Martha yang kocak menirukan ucapan cucunya, Nicola, saat melihat seekor kucing di jalanan.

Saya dg Nicola
“Kucing di laundry?” saya mengerutkan kening heran menatap ibu Martha yang terkekeh-kekeh geli “Kucing hidup di laundry?”

“Ya ga. Soalnya gini, dulu boneka kucing si Iko pernah saya laundry. Jadi dia pikir itu kucing bersih banget pasti karena habis di laundry” ibu Martha menjelaskan.

Apa?! Lu kata gw cucian? :)
Oalah… Dasar anak-anak. Kucing boneka disamakan dengan kucing hidup. Kalau bersih pasti karena habis di laundry. Dan tertawalah kami berdua membayangkan si kucing mengeong-ngeong karena di putar-putar dalam mesin cuci. Hehe.

Tapi begitulah ciri khas kanak-kanak. Lugu. Naïf. Spontan. Sederhana. Murni.

Enam tahun lamanya saya hidup, bekerja dan bernapas di dalam keluguan, kenaifan, spontanitas, kesederhanaan dan kemurnian kanak-kanak. Saya tidak pernah mengira bahwa semua itu akhirnya menempel, meresap & menyatu dengan kepribadian saya.

Setelah saya berhenti bekerja sebagai guru pada bulan Juli 2011 lalu, saya dikembalikan ke dunia orang dewasa. Aduh! Saya sesak napas. Dunia orang dewasa penuh dengan kerumitan. Bagaikan bernapas dalam udara yang berpolusi.

Saya ingat bagaimana dulu sebagai anak kecil saya sangat ingin menjadi cepat dewasa. Saya ingin cepat-cepat menjadi orang dewasa karena masa kecil saya penuh dengan sejuta topan badai. Mulai dari adik-adik yang satu persatu meninggal, lalu pernikahan orang tua saya yang diwarnai dengan pertengkaran, kesulitan belajar dan bergaul. Jadi masuk akal kalau saya mengambil kesimpulan bahwa dunia orang dewasa jauh lebih baik.

Saya masih tetap berpandangan demikian. Karena itu kalau orang lain gelisah menyadari usianya bertambah, saya justru senang karena menurut saya, usia bertambah membuat saya juga bertambah baik dalam segala hal.

Tapi toh ternyata ada juga hal-hal yang membuat saya tidak terlalu suka menjadi orang dewasa. Karena dunia orang dewasa tidak seluruhnya menyenangkan.

Yang saya maksudkan adalah orang dewasa telah banyak kehilangan atau bahkan telah kehilangan seluruh keluguan, kenaifan, spontanitas, kesederhanaan dan kemurnian itu. Orang dewasa telah menciptakan banyak ‘polusi’ kedalam pikiran, perasaan dan kehidupannya.

Saya tidak mau menjadi kanak-kanak tapi saya juga tidak mau kehilangan seluruh sisi kanak-kanak di dalam diri saya. Kesusahan & tekanan dunia tidak akan saya biarkan merampasnya.
________________________________________________

“Look at that cat, granny. It’s so clean. It must has been laundered” Mrs. Martha laughed as she told me what her grandson, Nicola, said to her. Nicola was one of my students.

“A laundered cat?” I got puzzled while Mrs. Martha laughed “A real cat or a doll?”

What would you say if we wash the cat in the washing machine?
“Would you imagine anyone sends a cat to a laundry” she laughed harder “No. I laundered his cat doll so whenever he sees a cat so clean he assumes it has been laundered”

Oh… & we both laughed. Kids… in his naivety Nicola thinks that the cat must have been brought to the launderer to be washed. We laughed when we imagined a living cat being washed in a washing machine.

But that how a kid is. Naïve. Spontaneous. Simple. Pure.

And for six years I worked, lived, breathed in those naivety, spontaneous, simple & purity world. Never did I realize how I have absorbed them. Adopted it into my personality.

I was thrown back to the life among the adults after I resigned from that kindergarten in July 2011. I soon discovered that living among the adults is like breathing the polluted air. I feel suffocated.

I remember how as a child I really wanted to grow older. There were too many hurricanes in my childhood. My younger sisters passed away, my parents marriage was in a disaster, learning & self esteem problems. All made me concluded that it was a nightmare being a kid.

I still have the same conclusion. It is why while most people dread being old, I am happy to grow old. Beside, I think everything goes better with the passing time.

But still there are things that make me dislike being an adult. There are things in adult life that I resent.

In my point of view, adults have created & allow too many things polluting their lives, minds & feelings. It is what make them lost most & even lost all of those naivety, spontanity, simpleness & pureness.

I dislike being a kid but I don’t want to lose the kid in me. I won’t let the pain & troubles of this world take it away from me.