Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Monday, May 30, 2011

My Sunshine

Pernah dengar lagu dengan judul di atas itu? Saya tidak tahu siapa penyanyinya tapi yang pasti ini lagu lumayan jadul. Entah tahun berapa persisnya. Tapi kata-katanya ada yang berkesan bagi saya. 

You are my sunshine
My only sunshine
You make me happy when sky is grey
You never know, dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

Di tengah-tengah dunia yang semakin kacau dan di antara manusia-manusia yang semakin singit, saya memiliki suatu nirwana yang hampir tak tersentuh dengan semua itu.

Nirwana itu adalah saat saya sedang bersama anak-anak. Walau pun mereka tak jarang membuat pusing kepala dengan berbagai keadaan, keterbatasan dan ulah masing-masing tapi mereka memberikan kesejukan, penghiburan dan keindahan kepada saya.

Bersama mereka saya sejenak bisa melupakan kepsek yang menjengkelkan; hernia ayah saya, gangguan kesehatan ibu saya yang serangannya datang bagaikan terror; kesepian, kecemasan, ketakutan, kemarahan dan frustrasi saya; bahkan juga cuaca Bogor yang tidak karuan juntrungan.

Saya memang adalah guru mereka tapi bagaikan ikan, mereka adalah akuarium dimana saya berada. Menghirup kebebasan, kepolosan, kebahagiaan, keceriaan, kesederhanaan dan spontanitas mereka. Itulah yang membuat ‘hidup menjadi lebih hidup’.

Saya tidak butuh rokok, alkohol, dugem atau narkoba dalam bentuk apa pun untuk membuat hidup saya terasa lebih indah, lebih berarti, lebih bahagia dan lebih patut di syukuri selama saya memiliki mereka dan berada di antara mereka.


Fotoan dulu ah sebelum ke lapangan voli / Take a pic first before we go to volleyball court to have P.E.
Anak TK B berbaris siap berangkat duluan ke lapangan voli / B class kids & their teacher marched up. We are going to volleyball court
 Karena cinta mereka kepada saya dan cinta saya kepada mereka adalah hal penting yang ikut menjaga kewarasan saya di tengah-tengah badai topan yang silih berganti menghantam kehidupan saya. Hehe. Ungkapan yang mungkin aneh dan mellow bagi anda tapi itulah yang sejujurnya saya bisa ungkapkan tentang perasaan saya.

Naik. Naik ke puncak gunung / Up. Up we go, sang the kids
Mendung tidak menghalangi kami untuk berolahraga di lapangan voli hari Jumat pagi ini (27/9).



Diam-diam di belakang kami kepsek menggerutu ‘sudah tahu semalam becek kok nekad juga olah raga dilapangan’ (teteh yang mengadu kepada kami. Kesal karena tidak diijinkan ikut bersama kami dan harus membersihkan kaca-kaca jendela).

Oh, kepsek tidak tahu dan mungkin tidak akan bisa mengerti keceriaan yang kami dapatkan saat kami bisa beraktivitas di luar kelas dan di luar sekolah. Mungkin dia sudah lupa bagaimana rasanya menjadi kanak-kanak. Atau mungkin sebagai kanak-kanak, keceriaan itu dirampas dari dirinya sehingga kesannya terhadap dunia kanak-kanak disamakan dengan dunia saat dia menjadi seorang kanak-kanak.

Sekolah sudah memenjarakan anak-anak itu selama 6 hari seminggu. Membuat mereka terkurung di dalam ruangan kelas yang mungil. Terkungkung dalam halaman sekolah yang sempit. Pulang ke rumah mungkin harus menghadapi lingkungan yang tidak kurang imutnya. Nah, apa salahnya kalau hanya sekali dalam 6 hari itu kami pergi keluar ke tempat yang lapang?

Yee, kita duluan ya balik ke sekolah, kata anak TK B / Bye, we'd go back to school, said B class kids
Balik ke sekolah / Going back to school
Kembali ke kelas saya minta anak-anak untuk mencari kata yang di mulai dengan huruf j. 


Lalu kami mengadakan sedikit percobaan menggunakan air sebaskom, kertas, jarum dan magnet.

Air, kertas, jarum & magnet / Water, paper, needle & magnet
Saya sudah pernah melakukannya dulu tapi karena saat itu hanya sesaat sebelum bel berbunyi menandakan kami harus berbaris sebelum masuk kelas maka tidak semua anak di kelas saya menyaksikan percobaan ini. Karena itu saya ulangi lagi pagi ini sebelum kami masuk ke 3 pelajaran inti.

Tugas pertama adalah mengerjakan soal-soal pengurangan. Kalau kemarin kami mengerjakan soal pengurangan dengan satu maka hari ini pengurangan dengan dua. Nah, ternyata Kim sudah bisa. Justin mulai mengerti. Tapi kok Vivien yang kemarin bisa kok hari ini hasil berhitungnya salah semua?? Waduh, bisa lolos dari perhatian saya ya?

Mengerjakan soal pengurangan / Do subtraction

Lalu menempel angka sesuai dengan gambar yang ada. Di warnai juga gambar orang-orang itu ya.



Tugas terakhir menempel potongan rumah yang sudah saya sediakan. Ditambahi dengan gambar pohon, awan, matahari, orang. Bebas. Pilih sendirilah.





March dan Kim tertinggal jauh sekali dari teman-temannya yang lain sehingga mereka harus tinggal di kelas menyelesaikan tugas sementara yang lain makan dan bahkan kemudian sudah bermain di luar kelas.
Kim
Saya menemani mereka. Menghibur, menolong dan memberi dorongan semangat supaya mereka tidak mandek dan tetap bersemangat untuk menyelesaikan tugas.

Jantung saya nyaris berhenti berdetak sewaktu tiba-tiba kepsek masuk ke kelas saya. Wah, tapi loloslah kami semua. Beliau tidak berkomentar sekalipun pastilah melihat March dan Kim masih di dalam kelas sambil mengerjakan tugas mereka.

Leganya bukan main karena saya masih ingat betul bagaimana kemarin beliau sedang di hinggapi semangat untuk mengoreksi, mengkritik apa dan siapa saja sehingga semua rasanya tidak ada yang benar dimatanya.

Karenanya selamatlah hati dan telinga saya hari ini. Hehe. Hal yang patut amat sangat di syukuri, saudara-saudara.
________________________________________________________________

Have you ever heard that song? It’s an old song but the words stuck in my heart.

You are my sunshine
My only sunshine
You make me happy when sky is grey
You never know, dear, how much I love you
Please don’t take my sunshine away

In this chaotic world. Among so many troubled people. They can’t touch my paradise because it is a place when I am with the kids.

Whenever I’m in my paradise I can forget and even cope with the complicated headmaster; my father’s hernia, my mother’s terror out of her health condition; my loneliness, frustration, fear, anxieties and anger; even Bogor’s extreme weather.

I’m the kids’s teacher but like a fish, they were my aquarium where I swim & breathe their joy, innocence and spontaneity.

I don’t need cigarette, alcohol, night life or drug to make my life meaningfull, worthwhile and wonderful as long as I have them and with them.

Because my love to them as well as their love to me helps me keep my sanity when trouble and hardship hit my life. You might find this expression rather odd or mellow but it’s what I honestly feel.

Well, it was cloudy but didn’t stop us to have P.E. at the usual volleyball court this Friday morning (May 27th).

Behind our back headmaster grumbled (as the cleaning lady told us) that we were not thinking to take the kids to the court while it was cloudy and last night’s rain has left the soil wet. She just doesn’t understand the kids world, does she.

Probably she couldn’t. for 6 years school keeps the kids like a prison. Stuffed them in small classrooms. Keep them in the tiny school’s yard. Then they go home to the place which probably as tiny as their school is.

Nothing is wrong to give them space by taking them to a wider public area so they could do their activities there.

Perhaps as a child she never experienced the joy of younghood. Or perhaps she has forgotten how it felt being a child.

Back to school I started the class by allowing the kids to do a little experiment using a basin of water, sheet of paper, needle and magnet.

I’ve done it before but since not all of my kids were presence at the time I did it a moment before we started class, I intend to repeat it today.

The main activities were do substraction. Kim has understood it. Justin begun to grasp the context of substraction. But to my surprise Vivien who did well yesterday made it all incorrect. How could that passed my attention?

After that cutting and arranging the numbers.

The last is stick the house in the drawing book and add it with any drawing they like.

March and Kim were so behind that they had to stay in class though their friends have had their snack and were playing outside.

I stayed with them in the class to assist and keep their spirits up. But suddenly the door swung open and headmaster went inside. Gosh! I held my breath. She must has seen the kids inside.

Still fresh in my memory how yesterday she was so in the spirit to make correction and criticisim that made everything and everyone was not good enough in her eyes made my heart seemed stop beating. Waited intensely of what she would say.

But to my relief she didn’t say anything! My heard and my ears were spared from evil. That is a big relief.

Saturday, May 28, 2011

Belinda’s Birthday Party


“Ke, sudah beli hadiah buat Belinda?” tanya wali kelas TK B Kamis pagi ini (26/5).

“Yaa, belon tuh, bu” saya nyengir “mana saya sempat”

“Saya beli pigura foto di Okedoku. Murah. Cuma 6 ribu” .. hehe. Wah, ketahuan deh modalnya. Jangan bilang-bilang Belinda ya.

“Bu, mau ga saweran sama saya hadiahnya?” tiba-tiba saya mendapat ide.

“Boleh aja” wali kelas TK B nyengir. Dia senang karena uangnya kembali 3 ribu. Saya juga senang karena tidak perlu repot memilih dan membeli hadiah. Hehe. Kalau tidak salah istilahnya simbiosis ya? Saling menguntungkan, gitu loh.

Tugas hari ini ada 3 setelah kami selesai berlatih main drama dan menari. Haduh. Tapi gerahnya itu, bo! Kelar latihan rasanya bukan cuma baju saya yang bisa di peras. Badan saya rasanya juga bisa diperas saking basah kuyup oleh keringat. 

Sudah begitu kepsek setiap kali masuk ke kelas saya pasti akan menutup pintu kelas. Buset dah. Edun, panas-panas begini pintu ditutup??!! Mateng saja kami semua yang ada di dalam. Karena itu begitu beliau pergi, pintu itu saya buka lagi. Jadi mondar-mandirlah pintu itu dibuka-tutup-buka-tutup-buka lagi. Kalau pintunya bisa ngomong pastilah dia sudah ngomel panjang pendek. Hehe.

Tugas anak-anak yang pertama adalah menebalkan dan menulis huruf x. Lalu gambarnya di warnai.



Kemudian mengerjakan soal pengurangan dengan 1. Hanya Justin dan Kim yang saya nilai tingkat sulit mengertinya agak tinggi. Selebihnya 13 anak lainnya yang hadir hari ini bisa mengerjakan sendiri setelah melihat penjelasan saya sebelum memberikan tugas ini dan bisa mengerti setelah mendapat penjelasan susulan anak per anak.


Yang tidak mengerti pun bukan artinya harga mati. Ini tugas pertama dalam hal pengurangan. Jadi semua hanya soal pembiasaan saja. Kalau sudah terbentuk pengertian bagaimana cara mengerjakan pengurangan maka semua pasti akan bisa.

Tugas terakhir adalah menggunting boneka kertas. Wah. Rada juling saya. Anak ada yang mengeluh tidak bisa menggunting karena kertas ukuran A4 itu saya lipat menjadi 4 lipatan. Yang lain menggunting tidak karuan sampai kakinya dan kepala boneka ada yang putus. Weleh. Ini bonekanya habis di tabrak kereta api ya, saya menggoda mereka.




Untuk saya yang seru justru saat upacara Belinda sedang berlangsung. 



Setelah memotret di dalam kelas saya, tempat yang dijadikan lokasi untuk melangsungkan acara ultah itu, saya memilih untuk keluar mencari udara segar dan sejuk.Yang pertama adalah berfoto dulu dengan mamanya Nico (memakai topi Hokben) dan mamanya Kim didepan pintu kelas saya.
Keke, mamanya Nico & mamanya Kim di depan kelas saya / With Nico's mom (infront of me) & Kim's mother infront of my class
Nico
Kim
 Eh, ternyata yang diluar akhirnya membuat acara sendiri. Dari mulai ngobrol dan bercanda sampai berfoto-foto.

Jadilah foto-foto dengan pose gila seperti yang terlihat di bawah ini saat saya berfoto bersama Mamanya Michelle, Grace (mamanya Manuel, murid TK B), Esther (mamanya Dea), Mamanya Celnis (murid PG) dan Apin, mamanya Justin. Michelle, Dea dan Justin adalah anak-anak di kelas saya.
Kiri ke kanan / Left to right; Grace (mama Manuel / Manuel's mother), Esther (mama Dea / Dea's mother), Keke, mama Celnis (Celnis's mother) & Apin (mama Justin / Justin's mother). Drakula di belakang kami itu papanya Stevany / The dracula behind us is Stevany's father
Celnis. Anak Playgroup / Celnis is Playgroup student
Saya sampai tertawa geli sendiri saat melihat foto-foto itu setelah saya upload ke netbook. Karena layar di kamera digital kecil dan mata saya minus pula maka baru setelah melihatnya di layar netbook, saya sadar ternyata ada ‘drakula’ (papanya Stevany. Stevany adalah anak di kelas saya) dibelakang kami cewe-cewe yang sedang berpose dengan hebohnya di depan kamera. Hehe.


Mama Michelle ikut gabung / Michelle's mother joined us
Manuel
Dea
Michelle
Justin
Stevany
Lalu jahilnya saya kumat saat melihat mamanya Nico sedang bergaya sok imut. Diam-diam saya muncul dari belakangnya dan memasang tampang jahil itu. Lalu langsung buru-buru kabur setelah potret itu di ambil sebelum dia sadar saya sedang menjahilinya.

Keke & Mamanya Nico / Keke with Nico's mother. Making faces
Tergelak-gelaklah saya kemudian mendengar mamanya Nico tertawa terbahak-bahak saat melihat hasil foto tadi karena dia tidak menyangka akan ada ‘penampakan’ muncul dibelakangnya saat sedang berfoto tadi. Hehe.

Dari semua ortu murid yang pernah saya temui dan kenal selama 6 tahun mengajar di TK ini, baru angkatan tahun 2009-2010 dan angkatan tahun 2010-2011 yang gila-gila orangnya. Dalam artian asyik banget untuk di ajak gaul. Sebegitu asyiknya sampai tidak terasa seperti hubungan guru dengan ortu murid karena kami seperti teman sebaya saja.

Saya sangat senang karena mereka juga bisa saling berteman baik satu dengan lainnya. Bahkan bisa dikatakan lumayan kompak. Tetaplah seperti itu selamanya. Tapi yang pasti saya akan sangat merindukan ‘kegilaan’ mereka.

Selamat Ulang Tahun ya, Belinda. Terima kasih buat goodie bag dan brownies kukusnya yang yummy.




Terima kasih untuk semua berkat dan kegembiraan yang diberikan kepada saya pada hari ini.
__________________________________________________________________

“What did you get for Belinda’s birthday?” B class teacher asked me this Thursday morning (May 26th).

“I haven’t got any time to buy her any present”

“I got her a photo frame which isn’t too expensive”

“Would you mind that we share that present?” I suddenly got an idea “I’ll pay half of its price”

She didn’t mind. She even happy to get half of her money back while I was happy that I didn’t need to spend time to buy it.

I gave the kids 3 tasks after we ran our play and dance rehearsals. But it was so darn hot that I was dripping with sweat literally. With all the heat headmaster would close the door whenever she came into my classroom. Man, it would boil us all inside! So once she left the room I opened the door again. This went repeatedly that I swear the door would yell out its frustration being shut-open-shut-reopen by headmaster and me. Lol. 

I asked the kids to write the letter x.

Do subtraction which they could do pretty well considering there were just Justin and Kim who had the highest rate of difficulty on understanding how to do subtraction. The other 13 kids who attend class today could do it after heard me earlier explanation on how to do this task or after they got more personal explanation.

But this is the first time I gave them such task so it’s just a matter of time before they get used with it and then has no more problem to do subtraction.

The last task is to cut the paper doll. It made me quite tense to see how they couldn’t cut it well that there were missing legs and even one head. Lol. Is your doll just been hit by a train? I joked the kid who accidentally cut his or her doll’s leg.

For me, though, the fun began during Belinda’s birthday party. After taking some pictures in my classroom where the party was taken place, I went outside to get some fresh and cool air.

So eventually we who were outside made our own show. Not just joking around and chatting. We took pictures with these crazy poses as they’re shown below.

I didn’t even know precisely how funny we were on those photos before I uploaded them to the netbook. Its bigger screen allowed me to have a clearer view. It made myself laugh to see that there was a ‘dracula’ (Stevany’s father) behind us the girls (that consists the moms of Michelle, Dea, Justin, Manuel and Celnis. Michelle, Dea, Justin and Stevany are the kids in my class) who made funy poses.

I’ve earlier taken pictures with the moms of Nico and Kim (both kids are in my class too) infront of my class.

Another picture is actually made out of my prank. I saw Nico’s mother was posing infront of her cellphone camera. I quietly sneaked behind her and making funny face before rushedly left before she realized I stood behind her.

I laughed it out loud when I heard she laughed merrily after seeing the picture. Completely unaware of my presence behind her when the picture was taken. Lol.

Of all the parents I’ve met or known in my 6 years of teaching in this kindergarten, the ones in the 2009-2010 and 2010-2011 school years are the craziest people. It means they’re a bunch of cool people.

My relationship with them isn’t formal as teacher – parents kind of relationship. Not at all. We’re like friends. Good friends. I’m happy to see that they can get along well with one another. They have strong togetherness feeling. May this stay forever.

I will definitely miss them a lot.

Happy Birthday, Belinda. Thank you a lot for the goodie bag and steamed brownies.

Thank you for all the blessings and joy.

Missing The Point

Rabu ini (25/5)kepsek sedang ‘dihinggapi’ semangat untuk mengoreksi segala sesuatunya. Semua nyaris tidak ada yang benar dimatanya.

Kemarin pagi-pagi beliau masuk ke kelas saya dan merazia gunting. “Kok gunting di TK A tinggal satu?” tanyanya “dulu ada banyak”. Lupa kalau pada waktu kami berganti kelas (saya yang tadinya di PG sejak tahun lalu di oper ke TK A sehingga kepsek berganti memegang kelas PG), semua gunting di TK A dibawanya ke PG.

Nah, hari ini lagi-lagi beliau dengan yakin dan pedenya masuk beberapa kali ke kelas saya dan mulai berkicau. Bukan memuji anak-anak, lho. Tapi ribut menegur sana sini.

“Ini kok kamu duduknya begini. Orang susah nanti lewat”

“Kok mainnya seperti itu. Coba bekerja sama dong”

Nah, yang itu salah. Yang ini tidak benar. Sini tidak boleh. Sana jangan. Saya yang sedang sibuk mengajar March dan Kelvin bagaimana cara menulis huruf w dan y memutuskan untuk diam saja karena selain sedang sibuk, saya takut saya bisa kehilangan akal sehat saya kalau saya memprotes cara beliau yang main masuk kelas saya tanpa permisi dan langsung tidak henti-hentinya memprotes sini, mengkritik sana.

“Kalau jalan jangan menabrak orang. Jaga supaya kamu berjalan lurus”

Yang terakhir itu adalah tegurannya kepada Vivien yang untuk kesekian kalinya berjalan melewati saya dan sambil memasang cengiran jahil dia menabrak saya. Untuk kesekian kalinya pula saya ikut nyengir sambil pura-pura mengomel “hih, dia lagi-dia lagi. Nabrak deh”. Hehe. Jadi ini sebetulnya semacam gurauan antara kami berdua. Vivien hanya pura-pura menabrak saya dan saya pun hanya pura-pura mengomelinya.
Vivien
Kepsek seharusnya melihat cengiran di muka saya itu menandakan saya sedang ‘dihinggapi’ semangat untuk bercanda dan berjahil ria dengan murid-murid saya di kelas setelah kami selesai mengerjakan tugas-tugas. Memang demikianlah yang sering terjadi. Wajar sajalah. Untuk mengendurkan urat syaraf.

Tapi berhubung hari ini doi sedang penuh semangat untuk memasang seluruh inderanya mencari hal-hal yang tidak benar maka apa yang sebetulnya suatu gurauan atau permainan pun baginya dianggap sebagai sesuatu yang tidak benar dan karena itu beliau merasa berkewajiban untuk mengoreksi, menegur dan membenarkan.

Anda pernah bertemu dengan orang yang sedang dihinggapi oleh jenis semangat seperti itu? Atau mungkin anda sendirilah pelakunya? Wah, mudah-mudahan sih tidak. Hehe.

Kalau masih dalam taraf wajar sih tidak apa-apa tapi jangan sampai keterlaluan karena yang dalam taraf wajar pun bagi orang lain bisa dianggap mengganggu dan menjengkelkan. Setidaknya bisa di lihat sendiri bagaimana reaksi dan perasaan saya atau orang-orang lain terhadap tingkah laku kepsek hari ini.

Jadi dengan demikian saya harap kita semua sebaiknya lebih mawas diri mengawasi diri sendiri dari pada mengawasi diri orang lain. Jangan peribahasa ‘kuman di seberang lautan terlihat tapi gajah di pelupuk mata tidak terlihat’ menjadi nyata melalui perbuatan dan tingkah laku kita.

Sementara itu….

Ternyata tidak cuma anak yang terkena teguran kepsek. Saya juga. Kaget betul saya ketika tiba-tiba beliau keluar saat saya sedang mencuci tangan Michelle. Langsung menegur “Ke, kalau ngomong jangan grusuhan begitu. Didengar orang tuh”.

Hah? Emangnya saya ngomong apa sih? Demikian pikir saya heran sekaligus geli. Rasanya saya tidak mengeluarkan kata-kata kasar.

“Kenapa?” bisik teteh yang ikut melihat dan mendengar karena kebetulan sedang berdiri di depan kelas TK B. Mengobrol dengan wali kelas TK B yang ngumpet di balik tembok.

“Tahulah” jawab saya kebingungan “Ngomongnya juga tidak jelas. Doi cuma bilang saya ngomong gimana gitu lho. Tidak kasih penjelasan”

Wali kelas TK B menongolkan kepalanya dan terlihat sedang cekikikan tanpa suara. Hehe.

Kami bertiga memang sering menganggap ulah kepsek sebagai dagelan. Jadi bukannya beliau ditanggapi dengan serius tapi justru beliau kami jadikan sebagai bahan guyonan. Bukannya kami bertiga ‘bertobat dan kembali ke jalan yang benar’ tapi justru melalui cara dan kelakuan kepsek terhadap kami membuat kami bertambah ‘gila dan makin kompak menempuh jalan yang sesat’. Hehe. Yah, begitulah kira-kira gambarannya.

Itu bukan berarti saya mengatakan bahwa kita tidak boleh menegur atau mengoreksi seseorang bila kita melihat dia telah atau sedang melakukan suatu kesalahan. Tapi perhatikanlah bagaimana cara, metode dan kata-kata yang kita pakai supaya teguran atau koreksi itu tepat sasaran atau tidak menjadi percuma kecuali membuat orang ybs kesal terhadap kita.

Aktivitas di kelas dimulai dengan membuat bentuk kemeja, rok atau celana pendek dengan plastisin. Sebelumnya saya menggambarkan dulu kemeja di papan tulis.



Saya menugaskan anak-anak menebalkan balon ucapan pada gambar anak yang berbuat baik dan sopan.


Lalu menebalkan, menggunting, menyusun dan menempel huruf-huruf t-o-p-i sebelum mewarnai gambar topinya.



Barulah menulis huruf u v w x y di buku kotak.


 Tugas terakhir yang paling disukai anak-anak itu. Menggambar dan mewarnai bebas di karton hitam memakai kapur berwarna.


__________________________________________________________________

This Wednesday (May 25th) headmaster is eager to correct everyone and everything. Nothing is right in her eyes.

Yesterday morning she came into my classroom and searched for scissors. “There used to be lots of scissors. Where do they go?” she forgot that when she starts in charge in Playgroup class nearly a year ago, she brought them from this class to that class.

Now this morning without any slight hesitation she came into my class again and soon became noisy. Not noisy because she was joking or chatting or at least greeted the kids. No. She noisily criticize them.

“Why do you sit like that? Don’t you know that you’re blocking people’s way?”

“Don’t play like that. Show me you can play together with your friends”

So all I heard was; 'this is wrong'. 'That is incorrect'. 'Shouldn’t do this'. 'Don’t do that'. I was busy showing March and Kelvin how to write the letters w and y that I preferred to say nothing. Beside, I was worried I’d lose my senses if I protested her way to come into my class & bombarding us with her protes and critics.

“Vivien, don’t bump into someone. Walk straight”

That one was given to Vivien after she saw how that little girl walked passed me and deliberately bump herself to me. She didn’t know it was Vivien’s little joke to me. Everytime she walked passed me she’d bump into me and I’d pretend to groan. Headmaster should have guessed it when she saw the grin on Vivien’s face as much as mine.

But since she was highly in the mood to criticize and protesting everything and everyone, the simpliest joke and play would look wrong in her eyes.

The target was not just the kids. I was surprised when she came to see me when I was washing Michelle’s hands before the kids had snack time.

“Watch what you’re saying. People may listen”

Huh?? I really have no idea which words did I say that she found improper. She didn’t say it clearly either. I don’t want to waste my time to ask either.

“What was that?” asked the cleaning lady who witnessed it as she stood infront of B class that is not too far from where Michelle and I stood.

“Beats me” I grinned my puzzlement.

B class teacher’s head popped out from her classroom’s door. She was giggling quietly. Lol.

Have you ever met anybody like our headmaster? Or probably you are that person. Lol. I am not saying that it’s unnecessary to give someone reprimand or correction when we see that person makes mistake. But watch out how you give that reprimand or correction so it won’t be useless but to upset others.

Be sensitive to watch your own behavior and attitude so you won’t be known as someone who 'can see a tiny germ across the ocean but unable to see the big elephant that is right infront your own eyes'.

The cleaning lady, B class teacher and I, for example, have treated headmaster’s behavior as a joke. We ignore her when she behaves like this. So she really missed her point. She didn’t make us do or became as what she wished. She only upset us and made herself looks ridiculous in our eyes.

In the meantime, today’s activities in class started with making tshirt, skirt and shorts using playdough, which is circling the word balloon on the picture, writing, cutting and arranging the letters t-o-p-i before color the hat drawing. Writing the letters u v w x y. But the most liked task is draw  anything the kids like on the black cardboard using color chalks.