Greetings dear readers / salam buat para pembaca

Knowing that I say it better in writing, and I do love writing, I decided to write my experiences and thoughts in this blog so this is my e-diary.

Don't speak Indonesian? No need to worry, it is written both in Indonesian and in English.

Happy Reading, everybody !
__________________________________________

Buat saya mengungkapkan isi hati dan pemikiran lebih gampang dilakukan dalam bentuk tulisan dan karena saya juga senang menulis, saya memutuskan menulis hal-hal yang saya alami dan yang ada dalam pikiran saya dalam blog ini.

Untuk yang tidak bisa berbahasa Indonesia, jangan khawatir, blog ini saya tulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris.

Selamat membaca !

Sunday, March 27, 2011

Seni mendengarkan / The art of listening

Hujan dari subuh (Jumat, 25/3). Baru berhenti beberapa menit sebelum saya berangkat ke sekolah jam 6.40 pagi. Hm, udaranya sejuk. Hari Rabu seorang teman Facebook saya datang menemui saya di sekolah & terkagum-kagum dia dengan sejuknya udara pegunungan di Bogor. Maklum, orang Jakarta. Menurut dia itu sejuk tapi menurut saya mah tidak dingin-dingin amat. Saya malah agak kegerahan karena mesin masih panas setelah berkasak-kusuk selama 2 ½ jam di kelas. Hehe.

Karena jalanan becek maka kami berolahraga senam di halaman sekolah yang seuprit itu. Tidak apalah. Namanya anak-anak. Di mana saja, kapan saja, asal bisa bersama dengan teman-teman maka apa pun jadi ramai & enjoy.

Saya agak kewalahan dengan Justin. Di kelas agaknya dia menganggap dirinya entah sebagai wakil saya / ketua kelas / satpam kelas karena sebelum saya menegur temannya yang berisik / tidak bisa duduk diam maka dia langsung bertindak.

Kalau tindakannya dengan cara lembut & dengan suara pelan sih tidak jadi masalah. Tapi ini dengan berteriak / memukul / merepet panjang lebar sampai saya yang sedang bicara di depan kelas harus berhenti dulu.

Niat boleh baik tapi karena caranya tidak tepat membuat akhirnya si satpam kelaslah yang harus duduk di kursi hukuman. Ini bukan karena saya kejam tapi setelah 2 kali diperingatkan masih tidak mengerti juga maka kursi hukuman mau tidak mau menjadi alternatif penegasan ucapan saya. 

Selain itu ada beberapa anak yang saya perhatikan memiliki keanehan. Maksudnya begini, setiap kali saya bicara di depan kelas maka anak-anak ini pun segera pula berbicara. Bukan berbicara untuk mengajukan pertanyaan / komentar pada hal-hal yang sedang saya bicarakan tapi mereka mengobrol sendiri.

Terganggu oleh sikap & suara mereka membuat saya berhenti bicara. Nah, anak-anak ini pun ikut berhenti bicara.

Saya tidak menegur. Tidak mengomel. Hanya diam berdiri. Begitu merasa kelas tenang maka saya pun kembali melanjutkan pembicaraan yang tadi sempat terhenti sejenak.

Apa yang terjadi berikutnya? Anak-anak yang aneh ini pun segera kembali pula berbicara.

Anda mungkin akan tertawa tapi cobalah kalau anda yang menjadi saya pada saat-saat seperti itu. Atau mungkin anak anda melakukannya saat anda sedang berbicara pada orang lain / saat sedang berbicara padanya tapi dia malah sibuk berbicara dengan temannya / ayahnya / saudaranya / pembantunya.

Tuhan memberikan kepada kita 1 mulut & 2 telinga supaya kita lebih banyak mendengar dari pada bicara. Pengajaran ini kerap kami sampaikan kepada anak-anak itu. Tapi prinsip ini agaknya harus diberlakukan kepada siapa saja karena kita memakai lebih banyak dari waktu kita untuk bicara dari pada mendengar.

Di kelas & di sekolah setiap harinya saya seperti harus tarik urat supaya ucapan saya bisa di dengar, di mengerti & di ikuti oleh anak-anak itu. Sebelum saya menjadi guru tidak pernah terlintas dalam pikiran saya bahwa untuk berbicara ternyata membutuhkan perjuangan. Hehe.

Nah, apa saja yang terjadi di kelas hari ini? Silahkan lihat foto-fotonya, ok.

Siap menggunting bentuk geometri? / Let's cut those geometrical shapes

Hati-hati memakai gunting / carefull with those scissors

Mengelompokkan bentuk geometri yg sudah di gunting / sorting & glue those geometrical shapes
Ok, tugas ke 2 mewarnai / second activity is colouring
Gambar yg diwarnai / Color the drawing

We have done our tasks. Now we can play. Left to right: Echa, Stevany, Michelle, Dea & Nico.
We're making necklace for you, teacher, said Stevanky, Rivan & Kekey. Justin busy with the wooden blocks
“Bu, kita mau kumpul di rumah Kim buat makan siang bareng” kata mamanya Nico sepulang sekolah.

Wah, saya lupa kalau jadwal kumpul itu di undur ke Jumat ini.

“Ikut motor papanya Stevany saja, bu” mamanya Kim mengirim sms.

Yah, mau sih mau banget tapi mana bisa saya cabut dari sekolah jam 10.40an begini dengan kasih alasan ke kepsek kalau saya ijin pulang cepat karena mau makan-makan di rumah murid saya. Alasan resmi ada famili meninggal saja bisa bikin doi murang-maring seharian (masih ingat cerita saya di blog tentang hal itu?) apalagi yang ini. Pulang cepat karena mau nongrong bareng ortu murid.

“Ngapain lagi sih nunggu di sini?” mamanya Farrell ikut berkomentar “anak sudah pulang semuanya. Kalau kerjaan sudah kelar masih mau nungguin apalagi di sekolah?”.

Kepsek ngejar target tercapainya sekolah harus buka 30 jam dalam seminggu mengikuti aturan pemerintah. Itu artinya setiap hari di sekolah tetap harus ada kegiatan (biarpun murid sudah pulang) selama 5 jam. Kalau diasumsikan kami sudah ada di sekolah sejak jam 7 pagi maka kami baru bisa (baca: diperbolehkan) pulang jam 12 siang.

Yang saya herankan kok banyak sekolah-sekolah lain yang jam 11 pun gurunya sudah terbang entah kemana. Belum lagi yang hari Sabtunya libur. Kalau pemerintah melakukan razia kira-kira berapa banyak sekolah yang tertangkap melanggar peraturan ini ya? Lalu apa kira-kira sekolah kami akan mendapat piagam karena kami memenuhi target 30 jam seminggu itu? Hehe. Jawabannya ada pada rumput yang bergoyang.

Karena alasan tidak mungkin minta ijin pulang awal karena mau makan-makan di rumah Kim serta karena pekerjaan saya juga masih menumpuk yang membuat saya dengan berat hati harus tetap nongkrong di sekolah sampai jam 12.

Tapi akhirnya saya memang tidak bisa ikut ngumpul Karena harus mengajar les. Minggu ini anak SD sedang mengikuti ujian midsemester & banyak dari anak les saya yang minta jadwal lesnya tidak mengikuti jadwal les mereka karena ingin mempersiapkan diri sebelum mengikuti ujian di sekolah.

Saya mengirim sms & mendapat jawaban bahwa mereka sedang berkaraoke. Aduh! Dodol! Kucrit! Mereka enak-enakan ngumpul, makan-makan, ngobrol & berkaraoke sementara saya harus berkutat dengan pekerjaan & mengajar les. Hiks.
_________________________________________________________________

It rained since dawn & stopped shortly before I left the house to school (Friday, March 25th). The weather was cool. It reminds me to my Facebook friend who came to visit me in school 2 days ago & they found it so freshing in Bogor while I thought it was a little hot. So they live in the crowded-pollutant capital city. Bogor certainly impressed them with its clean & fresh air.

We had P.E. in school’s tiny yard because it was muddy & wet outside. They kids didn’t mind as long as they have their friends, anything is ok. It’s still fun & enjoyable for them.

Justin overwhelmed me. He probably sees himself as the class patron or my assistant because he acts like that toward his friends. Whenever he sees any of them noisy or can’t sit still he will warn them but using harsh words or hit them.

Well meant but unwise method making him end in naughty chair. I had to put him there because he didn’t understand even after I warned him twice.

Beside him there are some kids which have quite a strange attitude in class. They would talk once I talk infront of the class & stop when I stop. They don’t talk to ask me questions or make comments to the things I talk to them. They chat with their friends.

You probably think this is funny but what would you say if it happened to you. Or have you ever had this experience with your kid(s)?. They talk to other person / people when you talk to them.

I never knew talking would take such an effort before I became a kindergarten teacher.

God gives us 1 mouth & 2 ears so we listen more than we talk. That is what we always tell the kids. But that principle must be applied not just to kids because we mostly do the talking & less in listening.

What has been happening in class today? Just take a look at the photos.

“We are going to have lunch at Kim’s place” Nico’s mom told me after school.

“Ride to my place with Stevany’s dad” Kim’s mom texted me.

Oh man, I wanted it so much but I couldn’t imagine how the headmaster would react if I ask her for permission to leave school early to get together with the moms of the kids in my class. She was turned moody when B class teacher absent because one of her relative passed away few days ago.

“What are you doing in school anyway if the kids have gone home & all work is done?” asked Farrell’s mother.

So headmaster doesn’t want to violate government’s regulation that schools must open for total 30 hours a week though the kids have all gone home. It means that school must open for 5 hours for 6 days. Assuming that we have been in school since 7 am then it means we leave school at noon.

I wonder what about other schools whose teachers already gone home at 11 am. Not to mention the schools that opens for only 5 days a week. If there’s an inspection how many schools would be caught violating the regulation. & would us get any prize for following the regulation? The answer is on the thin air.

But I had to pass the opportunity to get together with the mothers today because I’ve got piling of work & one of my tutoring student asked if she could have a tutoring this afternoon. Schools are having midsemester test so many of my tutoring students asked to have their tutoring schedule shifted as they wanted to prepare or the test.

I texted Kim’s mother & she replied by telling me that they were having karaoke after lunch. Oh, geez. So I stuck with the piling work & tutoring while they were having lunch together, chatting & had fun plus karaoke? I wanted to be there too…

Saturday, March 26, 2011

Smile, you’re on camera!

Pulang sekolah (Kamis, 24/3) saya bela-belain menyempatkan diri mampir ke warnet. Kalau bukan karena ada blog mungkin saya tidak sesering ini ber-online. Apalagi sekarang dengan adanya kamera digital ini semakin memacu saya untuk sering-sering online. Hehe.

Fotografi & menulis adalah 2 hal yang saya sukai.

Bahkan dulu sebelum seseorang memberikan kamera digital ini kepada saya, kegemaran saya pada fotografi sudah tertanam sejak saya melihat benda bernama kamera.

Saya suka setiap kali saya membidik suatu obyek & sangat menyukai setiap kali melihat hasilnya tercetak bagus. Padahal menggunakan kamera manual yang saya beli tahun 1989 berarti sebagian besarnya mengandalkan intuisi saya saat memperhitungkan jarak & cahaya. Berbeda dengan kamera digital yang punya pengaturan otomatis sehingga bisa dikatakan kita tinggal menekan tombol tanpa perlu berpikir lagi.

Kamera yg di beli thn 1989 / The camera that I bought in 1989. Fuji Dl 15
“Bu, kita kok di potret mulu sih” kata Dea pagi ini saat saya kembali beraksi di kelas “Kayak kita mau muncul di majalah saja”. Hehe.

Sudah saya katakan tadi bahwa fotografi & menulis adalah 2 hal yang saya sukai. Nah, sekarang keduanya saya gabungkan. Hasil foto-foto saya kini menghiasi halaman-halaman blog saya walaupun kadang foto saya unduh belakangan karena keterbatasan waktu untuk online.

Satu jam online saya pakai untuk memasukkan entry baru di blog, mengecek & membalas email-email yang masuk di facebook / di alamat-alamat email lainnya, bermain game & selalu saja ada teman (termasuk pacar tentunya.. hm, hm.. hehe) yang mengajak chatting begitu melihat saya sedang online.

Saya jarang bisa online lebih dari satu jam mengingat saya harus pulang untuk mandi & menyempatkan tidur siang biarpun cuma 15 menit sebelum kembali berangkat untuk mengajar les di siang / sore hari.

& saya tidak mau online sepulang dari mengajar les karena di rumah ada pekerjaan yang mengantri dari mulai pekerjaan rumah tangga sampai menyiapkan materi pelajaran untuk keesokan harinya, membuat draft blog & menyusun naskah.

Saya mengupayakan semua itu harus selesai selambatnya jam 10 karena tidak mau tidur terlalu malam. Saking padatnya saya menyusun jadwal kerja di sore sampai malam hari itu sampai-sampai saya jarang bisa menonton tv. Mengobrol dengan orang tua saja sudah sulit untuk bisa dilakukan. Bermain dengan doggie hanya bisa saya lakukan di siang hari sepulang sekolah. Karena itu saya menganggap sungguh suatu keuntungan bahwa saya tidak bersuami & tidak mempunyai anak. Tidak terbayang bagaimana capek & tegangnya saya kalau masih harus diganduli dengan tanggung jawab sebagai istri & ibu. So bagi saya status jomblo bukanlah hal yang menakutkan apalagi membuat stress.

Nah, foto-foto yang dihasilkan oleh kamera digital ini menyemarakkan blog ini. Satu hal yang selalu saya inginkan adalah merekam kegiatan di kelas saya melalui foto. Dulu juga saya lakukan tapi tidak bisa sesering ini karena kamera manual saya membutuhkan dana yang lumayan besar untuk ukuran gaji seorang guru TK dari mulai dana untuk membeli filmnya, untuk cuci cetaknya & yang terakhir untuk biaya scan.

Sekarang dengan hanya Rp.3.000/jam di warnet, seluruh foto yang ada di kamera digital bisa saya unduh ke akun saya di facebook / situs lain dalam hitungan tidak lebih dari 10 menit! Canggih! Betul-betul saya bersyukur pada Tuhan yang memberikan manusia kepintaran sehingga bisa menciptakan teknologi sehebat ini & untuk menggerakkan hati orang sehingga mau bermurah hati memberikan kamera digital kepada saya. Semua banyak sekali gunanya untuk saya.

Keinginan saya untuk merekam kegiatan di kelas adalah supaya orang tua murid yang memiliki akun Facebook & sudah terhubung dengan saya di akun itu bisa melihat hal-hal apa saja yang kami lakukan di kelas. Itu sebabnya saya tidak hanya memotret anak-anak saat mereka sedang mewarnai / menggunting / melakukan aktivitas lainnya tapi saya juga memotret lembar halaman di buku yang menjadi kegiatan kami pada hari tsb.

Beberapa orang tua pernah menanyakan kepada saya apa saja kegiatan anaknya di kelas karena biarpun saya selalu melakukan review / ulasan tentang apa saja yang mereka lakukan di kelas pada anak-anak sebelum mereka pulang tapi umumnya begitu mereka di tanya oleh orang tuanya tentang apa yang mereka lakukan di kelas maka jawabannya adalah “Tidak tahu”. Hehe. Yah, jangankan anak berumur 5 tahun, anak SD pun belum tentu mampu merekam tentang apa saja yang mereka pelajari / lakukan di kelas dalam 1 hari.

Membuat catatan dalam buku penghubung tentang materi / kegiatan yang saya sampaikan kepada anak di kelas pada 1 hari tsb belum tentu bisa saya lakukan karena itu artinya saya harus menulis minimal 7-8 point (karena kegiatan di bagi 3-4 macam sebelum kegiatan inti & 2-3 macam kegiatan inti) di dalam 16 buku (sesuai dengan jumlah murid di kelas TK A).

Bisa gempor saya. Lagi pula, kapan pula saya bisa menuliskannya kalau buku itu harus diserahkan kepada anak sebelum mereka pulang? Sedangkan untuk dapat duduk manis selama 1 menit saja sulit untuk dapat saya lakukan selama anak-anak itu masih ada di sekolah.

Kecuali kalau di awal semester sekolah mengeluarkan buku cetakan tentang program harian kelas tapi ini membutuhkan dana ekstra & selain itu saya kira hal seperti ini tidak lazim dilakukan di sekolah manapun yang ada di negeri ini.

Jadi saya harap dengan adanya foto-foto yang saya ambil di kelas saat kami sedang melakukan kegiatan & yang kemudian saya unduh ke akun saya di Facebook bisa menjadi semacam laporan tersendiri untuk orang tua murid-murid di kelas saya.

Sayangnya saya belum tentu bisa mengunduh foto-foto tsb setiap hari & tidak semua orang tua murid di kelas saya memiliki akun di Facebook. Sejauh ini dari 16 anak di kelas saya hanya mamanya Justin, Kim, Clarissa, Dea, Nico & Echa yang memiliki akun di Facebook. Sayang sekali kalau kecanggihan teknologi saat ini tidak bisa dimanfaatkan oleh guru & orang tua murid. Faktor gaptek, waktu, tenaga & minat ikut mempengaruhi.

Foto-foto ini menjadi laporan tentang apa saja yang kami kerjakan di dalam kelas sehari ini
Jump / Melompat ke dalam simpai
Jump, Justin!
I can jump, said Kimberly

_________________________________________________

I had to stop by at the internet café after school (Thursday, March 24th). If it’s not for the blog I wouldn’t go online as often as I do now. Much more after I’ve been given this digital camera.

Photograpy & writing are 2 things that I like.

My interest to photography started long before someone kindly gave me a digital camera. It started after I saw that thing called camera.

I take pleasure to take picture of an object & to have it more pleasure seeing how nice it came out. Though using the manual camera that I bought in 1989 meant that I used intuition on calculating lighting & shot range. It’s so much different with digital camera that make it all convenient for the user.

“You’ve been taking our pictures as if we were going to appear on magazine” said Dea this morning when once again I took their pictures in the classroom. I grinned to her.

As I mentioned above that Photograpy & writing are 2 things that I like. I am combining them now. It is nice to have not a plain blog page. Digital camera makes it possible for me to do that. Though I can’t download the photos at the same time I made blog entry because I can only go online for an hour.

I can’t do that more than an hour because I need to go back home to shower & take a nap though it’s only a catnap before I leave to tutor in the afternoon.

An hour online is used for make blog entry, check the emails, play online games & chat with friends.

I can’t go online after I get back from tutoring because there are house chores waiting at home, I must also prepare teaching materials for the next day & drafting the blog material & for the book script. The time is so tight because I want them to be done before I go to bed at 10 pm. It makes me barely watch tv. It’s even hard to have a chat with my parents. I can only play & cuddle with doggie after I get back from school. Therefore I consider it benefiting for me being single because I can’t imagine what kind of stress & tension it would befell upon me if I were a wife & a mother. Being single isn’t stressful for me.

So the photos makes my blog appears more interesting. I’ve been taking pictures long before I’ve got this digital camera but it took me quite a budget to buy the film, to develop it & to scan it. It’s way that my teaching salary can afford so I can’t take pictures often.

It’s so different now. Internet café charge less than half a dollar for an hour & I can download all the photos in less than 10 minutes.

The photos record my class activities so parents can see what do their kids do in class everyday because not all five year olds can tell to their parents what they do in class though I always review to them what we do in class that day before class dismissed.

So parents have asked me about the class activities. I certainly can’t make a personal report book of class daily acitivities. When can I find time to write about 7-8 activities that I do in my class on 16 books? I can’t even sit not long than a minute in class.

Except if school issued a daily activity program book but it definitely needs extra budget & I don’t think it’s customary to have such book issued in any schools in this country.

So I hope the photos can be sort of a report for the parents though I can’t have a daily download & not all parents of the students in my class have Facebook account. Out of the 16 kids only the moms of Justin, Kim, Clarissa, Dea, Nico & Echa have been connected with me on Facebook.

I hope we can make the most of today’s high technology for our kids’s benefit.

Memperjuangkan hak / Fight for one’s right


“Ke, ntar tolong tanya emak soal uang les ya” wali kelas TK B sudah mendengungkan hal ini kepada saya dari sekitar tanggal 14 & hari ini (Rabu, 23/3) saya teringat lagi akan pesan itu sehingga saya menanyakan hal itu ketika bertemu dengan kepsek pagi ini.

Biasanya uang les anak TK B dibayarkan kepada kami sekitar tanggal 15 setiap bulannya.

Anak TK B sejak awal semester di tahun ajaran diwajibkan oleh sekolah untuk mengikuti les ca-lis-tung (membaca, menulis & berhitung) sebagai bagian dari persiapan untuk mereka masuk SD. Setiap anak membayar Rp.40.000. Di potong Rp.5.000 oleh sekolah sehingga guru yang mengajar les tsb menerima Rp.35.000 per anak.

Nah, bulan ini kepsek tenang-tenang saja. Tidak menampakkan tanda-tanda akan membayarkan uang les walaupun pelan-pelan tanggal 15 mulai bergeser. Hari ini sudah tanggal 23.

Saya sendiri tidak terlalu merisaukannya karena selalu ada cadangan uang di rumah. Tapi wali kelas TK B tidak demikian. Saya tahu tabungannya di bank tidak banyak. Di tambah suami yang sedang tidak punya pekerjaan tetap.

Jadi kalau saya mengingatkan kepsek untuk membayar uang les / uang gaji kami maka hal itu tidak saya lakukan untuk diri saya (karena keterlambatan pembayaran tidak terjadi hanya sekali dua kali).

Kami tidak suka sampai harus menagih pembayaran uang les / gaji kepada kepsek tapi kalau tidak demikian beliau bisa lupa berkepanjangan.

Sudah di tagih pun keterlambatan pembayaran kadang masih tetap terjadi oleh karena beberapa alasan yang diberikan oleh kepsek, misalnya, karena uang cash di sekolah tidak mencukupi tapi beliau tidak ada waktu / terlalu capek / faktor cuaca mendung yang menghalanginya untuk pergi mengambil uang ke bank.

Jadi demikianlah saya maju ke menghadap kepsek demi 2 orang (wali kelas TK B & Teteh, bagian kebersihan sekolah kami). Karena jangan harap wali kelas TK B mau maju sendiri. Sementara teteh tentu saja menganggap dirinya tidak layak untuk bicara. Jadi siapa lagi kalau bukan saya. Apalagi saya sudah ‘dinobatkan’ sebagai orang kepercayaan kepsek. Nah lu. Posisi panas tuh. Hehe.

Pagi ini saat saya mengingatkan kepsek tentang uang les (dengan cara & ucapan baik-baik, lho karena biarpun doi nyebelin / ‘seakrab’ apa pun hubungan kita tetap doi kepseknya), lalu apakah ‘jawaban manis’ beliau?

“Kamu ngabsen uang?”
 
Sumpah, saya tidak tahu apakah doi bermaksud untuk bercanda / menyindir / asal bunyi saja. Mungkin karena saya tidak menduga akan mendapat jawaban seperti itu yang membuat saya tidak tahu apakah saya harus tertawa, tersinggung, sedih atau marah. Saya hanya bengong sesaat sebelum mengingatkannya tentang komitmennya bulan lalu bahwa beliau bermaksud untuk membayarkan uang les pada bulan berjalan.

“Belum ada uangnya” itu jawaban yang saya dapatkan.

“Bagaimana bisa belum ada uangnya?!” begitu tukas wali kelas TK B siang ini saat kami berjalan pulang dari sekolah “Kan dari awal bulan anak-anak itu sudah membayarkan uang les mereka bersamaan saat mereka membayarkan uang SPP”.

Ya. Itu benar. Lagi pula pengeluaran untuk pembayaran uang les adalah pengeluaran yang sifatnya rutin setiap bulan. Bukan pengeluaran yang sifatnya mendadak. Jadi seharusnya dana untuk pengeluaran-pengeluaran rutin sudah disiapkan. Tinggal dikeluarkan saja pada tanggal di saat pembayaran tsb harus dilakukan (misalnya pembayaran gaji setiap tanggal 30 atau 31. Pembayaran uang les setiap tanggal 15).

Sekolah tetap harus menyimpan dana cadangan dalam bentuk uang cash sehingga tidak perlu merepotkan diri untuk mondar mandir ke bank dulu untuk menarik uang cash saat akan melakukan pembayaran.

Jalan pemikiran setiap orang memang berbeda. Tapi ada saat-saat tertentu di mana menurut pendapat pribadi saya, jalan pikiran kepsek sungguh tidak masuk akal.
____________________________________________________________

“Could you please ask her about the tutoring fee payment?” B class teacher has been asking me to do this since March 15th.

Our tutoring payment is usually paid around the 15th of every month & today is Wednesday, March 23rd already & there hasn’t been any sign when headmaster is going to pay us that fee.

The kids in B class are enrolled in intensive tutoring to prepare them for entering elementary school as first grader.

Each kid pays Rp.40.000 (US$4). School gets Rp.5.000 so we get Rp.35.000 (US$3,50).

I never spoke to her for my own behalf. I’ve always keep money at home but not so for the B class teacher & the school’s janitor (the truth is we never like it. But if we didn’t remind the headmaster, she would continue to forget to pay our salary / tutoring fee. Sometimes she delayed to pay it even after we remind her because she forgot / didn’t have time / energy / the weather showed it would rain that enabled her to go & withdraw some money from the bank)

The B class teacher’s husband doesn’t have a steady job for few months now so they depend mainly on her salary from school / her other income from tutoring.

The school’s janitor, like myself has become the family’s provider for her mother & her son.

They both have their own reason why don’t want to go to headmaster to remind her about the over due payment on our salaries / tutoring fees. So when I spoke to headmaster to remind her about it I mostly did it for the B class teacher & the school’s janitor.

So this morning I came to headmaster to talk about it (nicely, of course, because no matter how upsetting / annoying she has been to each of us & no matter how ‘close’ we are but she’s still the headmaster) &  do you know what was her ‘sweet answer’?

“Are you the money payroller?”

I didn’t know whether she meant it as a joke or being sarcasm or just spoke with no intention but one thing for sure it left me puzzle for a second before I reminded her about her own intention to pay B class tutoring fees on monthly basis & not to pay in the next month.

“I don’t have the money” came her reply.

“How would that possible?!” snapped B class teacher when I told her about it on our way home this afternoon “The kids have paid their tutoring fees early this month when they paid school’s monthly fee”.

Yes. That’s true. Beside, salary & tutoring fees are school’s routine expenditure every month. It’s not like it’s an accidental expenditure. So it should be put into monthly budget so when the payment due date comes there’s no need to go back & forth to the bank to withdraw the money.

Everybody has their way of thinking but there are times when I personally don’t understand our headmaster’s mind.

Thursday, March 24, 2011

Siap mental & siap telinga / Mentally prepared

‘Siap mental, siap telinga, siap hati ya besok kalau masuk’ itu salah satu yang saya tulis dalam sms saya ke wali kelas TK B semalam.

Semakin kami siap mental, telinga & hati menghadapi kepsek saat terjadi krisis / masalah maka hal itu akan meringankan ‘penderitaan’ batin.

Karena di sini walaupun kaya dengan ilmu & pengalaman tapi tidak menjadikan kepsek secara otomatis kaya pula dalam kebijaksanaan, kelemahlembutan & kesabaran.

Pendapat umum bahwa orang muda adalah sumber dari masalah tidaklah selalu benar. Seringkali kebijaksanaan, kelemahlembutan & kesabaran itu justru datang dari orang muda.

Karena itu jangan menganggap diri sendiri yang paling benar & bijak karena lebih senior dalam pengalaman, pendidikan & umur. Seorang yang lebih junior bisa membuat kita malu kalau kita melihat dia lebih bijaksana, lembut, sabar & mampu.

Hari ini (Selasa, 22/3) lumayanlah sedikit santai. Pelajaran menggambar dari jam 9 sampai jam 10 soalnya. Anak-anak menggambar & mewarnai seperti gambar di bawah ini.


Tapi aduh mak, foto-foto di dalam kartu memori kamera digital hilang!. Padahal ada sekitar 5-7 foto bagus-bagus yang hari ini saya buat di kelas.

Goblok! Goblok! Goblok!

Saya belum menguasai benar fitur-fitur yang ada di dalam kamera ini. Prinsipnya sih standar tapi penyusunannya itu yang beda. & saya belum terbiasa dengan kamera ini. Itu yang membuat saya tanpa sengaja menekan tombol auto format & … bleng! Hilanglah sejumlah foto yang tersimpan dalam kartu memorinya. Aduh Keke, Keke! Mau nangis rasanya. Habis, foto-foto hari ini banyak yang bagus-bagus yang sudah saya rencanakan mau saya unduh ke akun Facebook saya siang ini.

Fotografi & menulis adalah 2 hal yang saya sukai & bahwa sekarang saya memiliki kamera digital semakin menunjang kegemaran saya. Bahkan saya bisa memadukan keduanya karena Blog saya ini bisa saya hiasi dengan foto-foto kegiatan anak-anak selama berada di kelas. Kan jadi lebih enak untuk di baca. Tidak polos di isi hanya dengan tulisan saya.

Yah, tapi yang terjadi sudah terjadi. Tapi kegiatan hari ini ada yang bisa saya ulangi supaya bisa saya foto lagi mereka. Walaupun tidak tepat pada harinya tapi lumayanlah ada gambaran lewat foto tentang kegiatan kami di kelas.
__________________________________________________________________

‘Better prepared mentally when you’re back to work tomorrow’ I texted B class teacher last night.

The more prepared us mentally to face headmaster during crisis / when problem occurs makes it less stressful so we’re able to cope any heartache.

Because eventhough she maybe rich in life experience & knowledge but doesn’t make headmaster automatically also rich in wisdom, patience, understanding & gentleness.

The general opinion that young people can only create problems aren’t always true. Sometimes they can come up with better wisdom, patience, understanding & gentleness than their seniors.

So don’t flattered ourselves by thinking that since we live longer it makes us achieve more wisdom & knowledge. Our juniors might turn the table around.

I’ve got quite a relaxing day today (Tuesday, March 22nd). Almost. It was drawing class from 9 to 10 am today.

But oh no! I accidentally erased the photos I’ve stored in the digital camera’s memory card.

Stupid! Stupid! Stupid of me!  

I’ve not completely learn & accustomed with this camera. Basically the features are similar but they come in different ways & positions.

I took photos of the kids & our class activities today that I intended to upload them to my Facebook.

Photography & writing are my two favourite things. It’s great that with this digital camera I can combine the two of them. The photos can makes my blog looks more interesting.

Well yeah, so it happens. I can redo the photos by doing the same activities in class so you can see what we’ve been having in class.

Pemimpin vs Atasan / Leader vs Boss

Wali kelas TK B jadi juga tidak masuk hari ini (Senin, 21/3). Ada anggota keluarganya yang meninggal. Karena mendadak maka dari pagi jam enam beliau sudah berangkat ke Jakarta.

Apanya yang aneh / sangat istimewa dalam kejadian di atas sampai saya memilih untuk mengangkatnya menjadi bahan tulisan dalam blog hari ini?

Yang menjadikan peristiwa ini saya angkat menjadi bahan tulisan adalah karena apa yang terjadi di sekolah sepanjang hari ini sebagai dampak bertubi-tubi yang menimpa saya & malangnya juga menimpa anak-anak saya di TK A.

Dampak pertama adalah saya harus menghadapi kepsek yang tiba-tiba menjadi uring-uringan begitu mendengar wali kelas TK B tidak masuk. Beliau tidak mau percaya dengan alasan kematian sanak saudara yang diberikan wali kelas TK B.

“Apa tadi dia bilang jam berapa saudaranya itu meninggal?” pertanyaan kepsek sempat membuat saya nyaris tak mempercayai telinga saya.

“Tidak, bu. Tapi logikanya kalau dia harus berangkat pagi-pagi maka itu artinya yang mati juga tiba-tiba. Mungkin meninggalnya tengah malam / subuh” jawab saya yang mulai mendapat firasat tidak enak. Ada nada yang tidak menyenangkan dalam pertanyaan itu.

“Mudah-mudahan yang meninggal mendapat tempat di sisi Tuhan” celoteh kepsek. Sekali lagi saya menangkap ada nada yang tidak menyenangkan dalam ucapan itu seperti saat mengajukan pertanyaan sebelumnya.

“Amin” cuma itu jawab saya.

“Kamu betul-betul percaya ada yang meninggal?” eh, kok masih di bahas juga sih?!

“Ya, gila aja apa bohong memakai alasan ada yang meninggal” saya mulai merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan ini. Apesnya, saya tidak bisa lari menghindar karena saat itu saya sedang mengetik di komputer.

“Kamu masih percaya memang betul-betul ada yang meninggal?”.

Buset dah ni orang!

“Kenapa kok ada dimejanya sudah disiapkan materi untuk mengajar hari ini?” ada aura kesal campur sinis, curiga & menang di muka kepsek “Saya tahu kalau dibohongin. Saya orang tua. Jangan membohongi orang tua”

Pret! Dalam hati saya mencibir. Orang tua yang bertambah tua (cuma) dalam umur / orang tua yang dengan bertambahnya umur, menjadi bertambah pengalaman dan bertambah pula kebijaksanaannya?

Ok kalau yang ada dalam pikiran beliau benar. Kalau tidak bagaimana?

Ok beliau mungkin menganggap saya sebagai orang yang paling dekat & yang paling bisa di percaya & diandalkan yang membuatnya merasa dapat mencurahkan apa pun dari yang paling enak sampai yang paling busuk. Tapi kecurigaan lebih baik di simpan untuk diri sendiri. Terutama kalau tidak ada bukti nyata.

Kita boleh saja dekat dengan seseorang. Sedemikian dekat & akrab, di tunjang dengan lamanya kita mengenal orang tsb tapi tetap pada sikon-sikon / topik-topik tertentu yang sebaiknya tidak kita beberkan semua yang ada dalam kepala & hati kita kepada orang tsb.

Saya sering bertanya dulu ke diri saya sendiri sebelum saya memutuskan untuk membagikan isi hati / pikiran saya ke seseorang “apakah ini ada gunanya untuk diri saya / diri orang itu?”. Kalau jawabannya lebih banyak tidak maka saya memilih untuk diam walaupun kepala & hati saya berat & sesak rasanya oleh beban masalah / emosi.

Kalaupun saya bicara secara verbal / lisan maka saya tidak hanya ‘memuntahkan’ semuanya tanpa menunjukkan berbagai sudut pandang dari hal-hal / permasalahan tsb. Karena belum tentu pemikiran & penilaian dari sudut saya adalah yang paling benar & adil.

Uring-uringannya kepsek bisa saja jenis tanpa alasan. Kegelisahan & kecurigaan membabi-buta.

Atau bisa saja ada sentimen pribadi yang beliau rasakan terhadap wali kelas TK B.

Kemungkinan lain adalah di masa lalu wali kelas TK B pernah tertangkap basah berbohong & kepsek jenis manusia yang berprinsip ‘sekali lancung ke ujian, seumur hidup tak di percaya lagi’.

Yang mana yang benar, saya tidak tahu. & saya juga tidak berminat untuk mencari tahu. Kenapa? Karena itu bukan urusan saya. Lebih baik tidak mengaduk-aduk kolam yang sudah keruh.

Yang saya pelajari untuk kesekian kalinya adalah :

‘Seorang atasan seringkali bukanlah seorang pemimpin’.

Saya sudah bekerja selama 17 tahun di berbagai tempat & sudah cukup banyak atasan yang saya temui tapi di antara mereka hanya ada sedikit yang bisa merangkap menjadi seorang pemimpin. 

& untuk yang kesekian kalinya pula saya harus menerima konsekuensi memiliki atasan yang bukan pemimpin. Hari ini beliau ‘memutuskan & memerintahkan’ saya untuk mengganti jadwal pelajaran bahasa Inggris di kelas TK A & B sehingga hari ini saya yang mengajar di kelas TK B dari jam 8.30 sampai jam 10.

Jangan di tanya saya kesalnya seperti apa.

Masalahnya semester genap ini saya mulai berkonsentrasi untuk menambah perbendaharaan kata dalam bahasa Inggris pada anak TK B. Caranya dengan memberi mereka 5 kata yang harus mereka hafalkan setiap minggunya.

Biasanya hari Kamis mereka pulang membawa buku catatan bahasa Inggris yang sudah berisi 5 kata baru yang harus mereka hafalkan di rumah. Lalu esok harinya saya mengadakan ulangan untuk mengetahui apakah mereka sudah menghafalkan ke 5 kata tsb.

Nah, hari ini saya terpaksa harus memaksa anak-anak itu untuk menghafalkan 5 kata baru dalam waktu hanya 20 menit. & secara pribadi, saya tidak menyukai hal ini. Saya tahu kemampuan anak berusia 5-6 tahun. Tidak semua anak seusia itu mampu berkonsentrasi untuk duduk diam & menghafalkan 5 kata dalam bahasa asing yang susunan huruf-hurufnya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia.

Dari 17 anak di TK B hanya ada sekitar 5-6 anak yang mampu menghafal dengan cukup baik dalam lingkungan kelas yang penuh dengan benda, bunyi & manusia yang mampu mengalihkan perhatian mereka. Harap di ingat, ini bukan anak SMP / SMA. Anak usia TK & SD memiliki tingkat konsentrasi yang masih rendah.

Hari ini saya tidak punya pilihan selain untuk tetap menjalankan test yang artinya saya harus memaksa mereka menghafal dalam suasana & lingkungan yang tidak kondusif. Saya sendiri tidak menyukai keputusan ini. Saya kesal, marah, iba & merasa bersalah pada waktu yang bersamaan saat harus menyampaikan keputusan itu.

Tapi apa boleh buat. Saya punya target jumlah kata dalam bahasa Inggris yang harus saya berikan kepada mereka & waktu yang saya miliki tidak banyak. Hal-hal ini membuat saya tidak bisa mengundurkan waktu test ke minggu berikutnya.

Belum lagi saya juga gelisah memikirkan anak-anak di kelas saya yang hari ini di ambil alih secara paksa & sepihak oleh kepsek.

Ada rasa cemas yang besar karena anak-anak ini terbiasa dengan saya yang bersuara lebih pelan & lembut, yang mau ngopeni mereka, mau bercanda di sela-sela ketegasan & disiplin yang saya jalankan di kelas, saya yang memberi penjelasan sejelas-jelasnya & tidak tergesa-gesa kepada mereka sebelum mereka mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan.

& saya tahu kepsek tidak seperti saya.

Dari dalam kelas TK B saya bisa mendengar suara beliau yang lantang. Aduh, nadanya  serba ‘ini tidak benar’, ‘yang itu salah’.

Semakin gelisahlah saya di TK B. Rasanya seperti induk ayam yang meninggalkan anak-anaknya pada seekor elang. Tidak rela rasanya saya mendengar anak-anak itu “diarahkan, di didik & didisiplinkan” oleh kepsek. Jadi begitu urusan kelar di TK B, segera saja saya ‘terbang’ ke kelas TK A.

“Sudah, bu, saya ambil alih” kata saya pada kepsek “Kita gantian. TK B lagi makan”. Pergi deh sana, sambung saya dalam hati.

Sementara itu ngilu hati saya melihat Vivien menangis karena 1 huruf s hilang, kelas berantakan, buku-buku paket bertebaran saling bercampur aduk & tumpang tindih satu dengan lainnya, anak-anak lebih kacau rasanya dari pada kalau saya yang memegang kelas itu. Pusing saya melihatnya. Ini sih bukannya mendidik mereka. Ini membuat mereka bingung & tertekan.

Dea berlari & langsung memeluk saya. Vivien segera berhenti menangis, Echa mencium saya. March tersenyum sambil menggenggam tangan saya. Justin langsung menyambut saya dengan tangan terulur & berseru ‘ibuuuu!’. Hmm, saya rasa bukan hanya saya yang bernafas lega setelah kepsek akhirnya meninggalkan kelas kami.
__________________________________________________________________

The teacher in the senior class, or B class as we called it, was absent today. Somebody in her family passed away this morning (Monday, March 21st) that made her had to leave to Jakarta the capital city at 6 am.

What is so special about it that I make it as today’s topic on this blog.

It is because of its domino effect to me & unfortunately to the kids in my class as well.

The first one is the news made headmaster irritated. She didn’t believe somebody in that teacher’s relative really died.

“Did she tell you what time did that person passed away?” I hardly believe what I just heard when headmaster asked me that question.

“No but if she had to leave early then the person probably died sometime at dawn or at midnight” but something in headmaster’s tone when she asked that question made me felt alerted & uncomfortable.

“May that person rest in peace” said headmaster & again, I sensed the unpleasant tone.

“Amen” was my reply.

“Do you really believe somebody passed away?” she asked again. Oh boy, give it a rest.

“I think it’d be insane to use such excuse to skip work” I sighed. Unfortunately I couldn’t avoid her because I was working on the computer.

“Do you really believe somebody really passed away?”

Oh, come on! Give me a break, will ya?!

“Why is it she has left a note of teaching plan for today?” she said & there was upsetness on her face mixed with suspicion, cynical & satisfaction “I can tell if someone lied to me. Don’t lie to an old woman”.

Yeah, right, I curled my lips. Old only in age or growing old & getting wiser?

So if she was right. How if she was wrong?

So she thinks I’m the one she can trust & depend on & we have known for a long time but is it justified to just peppered me out with her every thoughts & feelings? Somethings are better left unspoken. Especially unbased suspicion.

I like to ask myself ‘is it gonna do me / other person any good if I’m telling him/her this?’ before I confide something to someone despite the fact that I’ve known that person quite good & quite long. If the answer is mostly no then I’d keep my mouth shut though my mind & heart are so troubled with many things.

& when I did confide to someone, I didn’t just blurbing everything out. I’d put it into many angles because I don’t want people to see things only from my own perspective. I want them to also see it from many angles just in case I were wrong.

Headmaster’s today’s anxieties might caused by a complete blind suspicion or

There’s personal sentiment between her & that teacher, or

She has caught that teacher lied in the past & she’s the kind of person who forgive but not forget.

But once again I learned that :

Most of the bosses are not leaders.

I’ve met many bosses in my 17 years working experience in different places but only very few of them were also leaders.

& once again I had to endure the consequence of having a boss who’s not a leader. Today she decided & ordered me to take over the B class by switching their English class schedule, which is usually every Friday to today, while she took control of my class.

I didn’t like it one bit.

It made me had to force the kids in that class to memorize the 5 English words. I usually give it to them as homework every Thursday. They had to memorize those words at home. The next day (Friday) I run a test to know if they have memorize the words.

This sudden & one sided decision to have their English class switched to today made me had to force them to memorize it in school & please take note that these are 5 to 6 years old kids. Not kids in Junior or senior high school. Kindergarten children have less ability to consentrate in a place fulls with things, noise & people. They haven’t mastered the ability not to make those around them to distract them.

& I felt bad for forcing them to memorize their English words in such unsuitable environment. I hate myself for that. But I had no choice. I’ve got a target on the total English vocabulary but I don’t have plenty of time. I couldn’t postpone the test to next week.

In the meantime my anxities grew bigger & bigger thinking how the kids in my own class were doing. They’re used to have me who’s more caring, who explain how to do the given task as clear as I could & not in a hurry, who keeps sense of humour in between the tension of teaching & disciplining them, who appreciates their achievement & not just being demanding.

& I know headmaster is different.

I could hear her loud voice from B class & I felt like a mother hen leaving her chicks under the wings of an eagle. So I rushedly left B class once I was done there.

“I’ll take it from here” I told headmaster “B class is having snack time”. So get the hell out of my class!, were my additional unspoken words.

I was so troubled to see Vivien was crying because one of her s word was missing, the room was messy, books were piling everywhere, it looked more chaotic than when I was incharge in it. It gave me headache! This isn’t teaching & disciplining them. It distressed them!.

Dea ran to me & hugged me once she saw me in the room. Vivien stopped crying imidiately. Echa kissed me. March smiled & held my hand. Justin stretched out his arms to me as he cried “miss!”. Obviously it wasn’t just me who sighed in relief when headmaster finally left the class.